Monday, June 24, 2019

SEORANG AHLI ‘TEOLOGI PEMBEBASAN’ DARI PERU MENGUNGKAPKAN....






by Diane Montagna
NEWSCATHOLIC CHURCHSat Jun 22, 2019 - 6:12 pm EST

SEORANG AHLI ‘TEOLOGI PEMBEBASAN’ DARI PERU MENGUNGKAPKAN SKEMA YANG ADA DIBALIK SINODE AMAZON



ROMA, 22 Juni 2019 (LifeSiteNews) - Sinode para uskup yang akan datang tentang Gereja di Amazon, memiliki "skema" yang bertujuan untuk "memperbaiki" Gereja menurut "versi teologi pembebasan yang paling radikal," kata seorang penulis Peru.

Julio Loredo, presiden Tradition, Family and Property (TFP) cabang Italia dan penulis “Liberation Theology, sebuah jaket penyelamat bagi orang miskin yang terbuat dari peluru timah”   [Teologia della liberazione. Un salvagente di piombo per i poveri (Cantagalli, 2014)], mengatakan bahwa ‘latar belakang yang tak terucap’ dari Sinode Amazon 2019 adalah bahwa ia sudah puluhan tahun dalam pembuatannya, dan dirancang untuk ‘mengubah seluruh Gereja menurut  apa yang disebut sebagai teologi ekologi dan alami."

"Ini adalah pembenahan menyeluruh atas Gereja dari sudut pandang 'Amazon', yang tidak lain adalah puncak dari teologi pembebasan," kata Loredo dalam komentarnya kepada LifeSite pada Jumat, 21 Juni 2019.

Loredo, yang bekerja sebagai editor dan kontributor tetap untuk situs web baru, Pan-Amazon Synod Watch (diluncurkan oleh koalisi internasional yang berupaya memerangi upaya-upaya semacam itu), mencatat bahwa visi ini "sekarang sedang diusulkan oleh Paus dari Amerika Latin (paus Francis) bagi seluruh Gereja."

"Hal itu sangat penting untuk diketahui," katanya, seraya menambahkan bahwa visi ini "juga bertepatan dengan visi paling modern dari kaum modernis dan progresif dalam hal eklesiologi."

Loredo mencatat bahwa Sinode mendatang "sedang dipersiapkan dan dikelola oleh jaringan yang terorganisir dengan baik dari asosiasi dan gerakan 'penduduk asli'," seperti REPAM (Pan-Amazonian Ecclesial Network).

"Semua mentornya berasal dari kelompok gerakan Teologi Pembebasan," katanya.

“Hal lain yang harus dikemukakan,” Loredo menambahkan, “adalah bahwa ensiklik Laudato sì adalah landasan doktrinal untuk Sinode ini.” Ensiklik ini, katanya, “memiliki bagian yang terinspirasi oleh teologi pembebasan ekologis, atau eko-teologi, dan beberapa bagian berdasarkan pada dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti Agenda 21 dan Perjanjian tentang keanekaragaman hayati."

"Ini adalah perjanjian mengikat untuk semua negara yang menandatangani selama KTT Bumi di Rio de Janiero, pada tahun 1992," penulis Peru itu menjelaskan. “Dokumen-dokumen ini dipelajari dan diusulkan oleh para peneliti dari kelompok Socialist International yang berupaya untuk mencari cara bagi tatanan masyarakat pasca-sosialisme atau pasca-komunisme. Konsep-konsep seperti 'pembangunan berkelanjutan' dan 'pertumbuhan negatif' diluncurkan oleh dokumen-dokumen ini. Jadi, kita tidak berbicara hanya tentang Gereja saja di Amazon nanti. ”

Selanjutnya Loredo mengatakan bahwa dia telah "dikejutkan" oleh sejauh mana Vatikan, melalui Pan-Amazon Synod, mengasumsikan agenda neo-pagan yang diusulkan oleh PBB dalam konferensi seperti KTT Rio 1992 dan KTT Rio + 20 2012 "

"Saya berpartisipasi, sebagai jurnalis, dalam konferensi 1992 itu, dan mempelajari masalah ini secara mendalam."

Tentang dokumen persiapan dan Instrumentum laboris untuk pertemuan sinode Oktober nanti, Loredo mengatakan bahwa dokumen itu "merangkul penafsiran paling radikal dari paham 'pembangunan berkelanjutan'" dan hal itu sangat memprihatinkan.

Yang sama mengkhawatirkannya, katanya, adalah tidak disebutkannya sama sekali hal-hal negatif tentang suku-suku Amazon, dimana beberapa di antara mereka "mempraktikkan kanibalisme, pembunuhan bayi dan sihir."

"Bagi seseorang seperti saya, yang telah mempelajari teologi pembebasan dan teologi pribumi selama puluhan tahun, begitu banyak hal dalam dokumen-dokumen ini yang sangat jelas," kata Loredo. "Tapi untuk seseorang yang tidak mengikuti arus ini, hal itu mungkin membingungkan, atau setidaknya tidak sepenuhnya dipahami."

Berikut ini wawancara kami dengan Julio Loredo.

LIFESITE: Tn. Loredo, siapakah yang bertanggung jawab untuk meluncurkan situs web “Pan-Amazon Synod Watch”, dan jaminan apa yang dapat Anda berikan kepada pembaca bahwa mereka akan menemukan di dalamnya sumber informasi yang kredibel mengenai masalah seputar Sinode Oktober nanti?

JULIO LOREDO: Situs itu didirikan oleh jaringan internasional asosiasi konservatif. Secara resmi ia adalah milik Institut Plinio Corrêa de Oliveira, di São Paulo, Brasil. Corrêa de Oliveira (1908-1995) mempelajari apa yang disebut arus indigenis (penduduk asli) di dalam Gereja sejak awal tahun 1970-an. Tetapi ini adalah situs internasional yang menyiratkan tidak hanya Tradisi, Keluarga dan Properti, tetapi juga asosiasi konservatif lainnya secara internasional.

Situs itu berisi artikel oleh para ahli, ilmuwan, filsuf dan profesor terkemuka; oleh karena itu, materi yang dimilikinya sangat akademis. Misalnya, berisi artikel oleh Profesor Evaristo Miranda, yang merupakan salah satu pakar terkemuka dunia di Amazon. Miranda adalah kepala EMBRAPA, yang bertanggung jawab atas pemantauan satelit Amazon di Brasil. Seperti yang Anda ketahui, Brasil memiliki program luar angkasa sendiri. Sistem satelit di Brasil sangat berkembang. EMBRAPA Monitoramento por Satélite adalah organ milik pemerintah yang memantau Amazon, dan Prof. Miranda adalah pemimpinnya. Ada banyak artikel oleh Miranda, yang juga ahli ekologi terkemuka dari Amerika Serikat dan negara lain. Banyak tokoh yang sangat otoritatif telah menulis untuk situs ini.

LIFESITE: Vatikan telah merilis Instrumentum laboris untuk Pan Amazon Synod awal pekan ini. Hal ini telah menarik perhatian media, terutama bagian yang menyarankan pelonggaran dalam selibat imam untuk wilayah Amazon. Menurut Anda, apa yang seharusnya diketahui oleh orang-orang di media, dan para klerus Katolik serta umat beriman yang lebih luas, tentang pertemuan mendatang? Di bagian mana kita harus memusatkan perhatian kita?

JULIO LOREDO: Ada sebuah kisah tak terucapkan yang belum mendapat perhatian cukup di media Barat. Kardinal Pedro Barreto, wakil presiden REPAM (Pan-Amazonian Ecclesial Network) mengatakan dengan sangat jelas dalam beberapa hari terakhir bahwa rencana yang ingin mereka laksanakan pada Sinode nanti adalah rencana yang telah mereka kerjakan selama hampir 50 tahun. Jadi, telah ada seluruh rencana, skema keseluruhan, di belakang Sinode itu, yang terdiri dari pengenalan apa yang disebut teologi pembebasan indigenis yang telah berkembang selama 40 atau 50 tahun terakhir. Sekarang adalah waktu bagi mereka untuk mengusulkannya kepada seluruh Gereja.

Media Eropa berfokus pada masalah selibat bagi para klerus dan kemungkinan 'pentahbisan' diakonal bagi wanita, dan memang demikian yang akan mereka usulkan. Keduanya adalah aspek yang sangat penting dari rencana tersebut, tetapi ada keseluruhan cerita di baliknya. Apa yang mereka inginkan adalah mengubah seluruh Gereja sesuai dengan versi teologi pembebasan yang paling radikal - yang disebut teologi indigenis dan ekologis.

Kami telah mengikuti dan mengamati hal ini selama beberapa dekade. Pada tahun 1977, Plinio Corrêa de Oliveira menulis sebuah buku tentang ini, berjudul “Tribalisme Indian: Cita-cita Misionaris Komunis untuk Brasil di Abad Dua Puluh Satu,” di mana dia menggambarkan cukup banyak apa yang terjadi sekarang ini. Namun, panorama ini belum pernah ada atau dikenal luas oleh publik Eropa. Itu lebih merupakan situasi Amerika Latin, yang sekarang sedang diusulkan oleh paus dari Amerika Latin untuk seluruh Gereja, dan itu sangat penting untuk disimak. Itu juga bertepatan dengan visi paling modern dari kaum modernis dan progresif dalam hal eklesiologi.

LIFESITE: Pada saat Youth Synod tahun lalu, masalah kontroversial tertentu (seperti dimasukkannya kata "LGBT" kedalam dokumen sinode) telah diantisipasi, tetapi dokumen akhir memberi penekanan berat pada "synodality" dan eklesiologi tidak diharapkan. Kejutan apa yang dimiliki oleh Sinode Pan Amazon?

JULIO LOREDO: Jika Anda membaca dokumen persiapan untuk sinode nanti, terutama Instrumentum laboris, Anda akan melihat bahwa mereka ingin menafsirkan ulang seluruh Gereja dari perspektif “Amazon”. Mereka menyebutnya Gereja baru dengan "wajah Amazon." Mereka ingin menafsirkan ulang seluruh Gereja, dan ini adalah poin, yang menurut saya, media Eropa tidak cukup menekankan. Ini bukan hanya masalah melonggarkan selibat bagi klerus, atau masalah penahbisan wanita. Ini adalah pembenahan atas seluruh Gereja dari sudut pandang "Amazon", yang tidak lain adalah puncak dari teologi pembebasan.

Jika mereka mendapatkan jalan mereka, itu akan menjadi revolusi yang paling merusak yang pernah terjadi dalam sejarah Gereja - jika mereka mendapatkan jalan mereka.

LIFESITE: Pada konferensi pers 17 Juni lalu untuk mempresentasikan Instrumentum laboris, LifeSite bertanya kepada penyelenggara sinode tentang hal ini. “Dalam membaca dokumen kerja,” kami berkata, “[kami] mendapat kesan bahwa gagasan itu tidak hanya untuk membantu Amazon, tetapi juga untuk memberikan kepada seluruh anggota Gereja 'wajah Amazon,' sebuah ungkapan yang digunakan paus Francis dalam berbagai kesempatan. Akankah Sinode ini memiliki implikasi dan konsekuensi bagi seluruh Gereja?” tanya kami. Kemudian Uskup Fabio Fabene, wakil kepala Sinode para Uskup, menanggapi dengan menegaskan bahwa sinode ini hanya didedikasikan untuk Amazon. Namun dia menambahkan bahwa mungkin ada dampak "dari sudut pandang pastoral juga bagi Gereja universal, terutama ... di bidang ekologi."

JULIO LOREDO: Tepat sekali. Mereka mengusulkan serangkaian gagasan, seperti "konversi kepada ekologi integral," yang berlaku untuk seluruh Gereja. Mereka menggunakan Pan Amazon Synod untuk mengusulkan model baru bagi seluruh Gereja.

LIFESITE: Apakah Anda percaya bahwa masyarakat adat sedang dieksploitasi untuk melakukan revolusi gerejawi yang Anda gambarkan?

JULIO LOREDO: Sinode ini sedang dipersiapkan dan dikelola oleh jaringan asosiasi dan gerakan “pribumi” yang terorganisasi dengan baik, seperti REPAM, yang telah disebutkan sebelumnya. Semua mentornya berasal dari kelompok gerakan Theology Pembebasan yang, dalam beberapa tahun terakhir, telah berkembang pesat dalam pengertian ini, serta dalam arti "ekologi integral." Dalam upaya ini, mereka telah melibatkan beberapa orang Indian Amazon yang bermotivasi tinggi, seperti Kepala Cayapó Raoni. Tapi saya ragu apakah mereka mewakili mayoritas masyarakat adat. Dengan mengetahui realitas Amazon dengan cukup baik, saya bisa mengatakan bahwa sebagian besar ingin mengintegrasikan diri mereka ke dalam masyarakat modern.

Bagian lain dalam Instrumentum laboris yang menimbulkan kekhawatiran adalah no. 129. Dikatakan bahwa karena "wewenang atau kekuasaan" di Amazon adalah bersifat "rotasi", maka akan menjadi kesempatan untuk "mempertimbangkan kembali gagasan bahwa pelaksanaan yurisdiksi (kekuasaan pemerintah) harus dikaitkan di semua bidang (sakramental, peradilan, administrasi) dan secara permanen untuk Sakramen Tahbisan Suci."

LIFESITE: Bagian lain dalam Instrumentum laboris yang menimbulkan kekhawatiran adalah no. 129. Dikatakan bahwa karena "wewenang" di Amazon dijalankan secara "rotasi", maka akan menjadi kesempatan untuk "mempertimbangkan kembali gagasan bahwa pelaksanaan yurisdiksi (kekuasaan pemerintah) harus dikaitkan di semua bidang (sakramental, peradilan, administrasi) dan dalam cara permanen untuk Sakramen Tahbisan Suci. "

JULIO LOREDO: Seperti yang saya katakan, mereka ingin mengubah seluruh Gereja dari sudut pandang “Amazon”. Sebuah bab dalam Dokumen Persiapan berhubungan dengan "dimensi sakramental," dan menyatakan bahwa Sakramen harus ditafsirkan kembali di bawah pandangan ini, termasuk Sakramen Imamat. Jelas bahwa mereka menggunakan "wajah Amazon" sebagai dalih untuk menerapkan skema progresif lama: kebingungan mengenai imamat umum bagi umat beriman dan imamat sakramental bagi klerus. Mereka ingin mengaburkan, jika tidak menghancurkan, otoritas di dalam Gereja. Pandangan mereka adalah bersifat egaliter, baik dari Gereja maupun dari masyarakat.

Konon, siapa pun yang berada di Amazon tahu betul bahwa wewenang dalam suku-suku Indian sama sekali bukan bersifat “rotasi.” Suku-suku Indian memiliki struktur diktator di mana kekuatan kepala hanya didukung dan ditinggikan oleh dukun.

Hal lain yang harus dikemukakan adalah bahwa ensiklik Laudato sì adalah landasan doktrinal untuk Sinode Amazon. Ensiklik ini memiliki bagian-bagian yang diilhami oleh teologi pembebasan ekologis, atau eko-teologi, dan bagian-bagian yang didasarkan pada dokumen-dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti Agenda 21 dan Perjanjian tentang keanekaragaman hayati. Ini adalah perjanjian yang mengikat untuk semua negara yang menandatanganinya selama KTT Bumi di Rio de Janiero, pada tahun 1992. Dokumen-dokumen ini dipelajari dan diusulkan oleh para peneliti dari kelompok Sosialis International yang sedang berusaha mencari cara pasca-sosialisme atau pasca-komunisme. Konsep seperti "pembangunan berkelanjutan" dan "pertumbuhan negatif" diluncurkan oleh dokumen-dokumen ini. Jadi, dalam sinode nanti kita tidak berbicara hanya tentang Gereja di Amazon.

LIFESITE: Vatikan tampaknya dalam beberapa tahun terakhir telah mendukung kerjasamanya dengan PBB.

JULIO LOREDO: Benar sekali. Satu hal yang mengejutkan saya tentang ensiklik Laudato Sì dan tentang Sinode Pan-Amazon adalah sejauh mana Vatikan mengasumsikan agenda neo-pagan    yang diusulkan oleh PBB dalam konferensi seperti KTT Rio 1992 dan KTT Rio + 20 2012 . Saya berpartisipasi, sebagai jurnalis, dalam konferensi tahun 1992, dan mempelajari masalah ini secara mendalam.

LIFESITE: Menurut Anda apa yang paling mengejutkan orang tentang situasi di Amazon terkait dengan sinode ini, di luar apa yang sudah kita bahas?

JULIO LOREDO: Saya pikir orang-orang Eropa, dan secara umum orang-orang Barat, akan merasa cukup terkejut bahwa Sinode ini akan mengusulkan suku-suku Amazon sebagai pembawa wahyu yang baru untuk zaman kita, yang akan mengubah seluruh visi Gereja dan Katolisitas. Mereka menyebut Amazon sebagai sebuah "tempat epifani," sebuah "sumber wahyu ilahi" (Instrumentum Laboris, n. 18, 19). Apa yang mereka maksudkan dengan wahyu Indian atau wahyu asli yang baru ini bagi dunia, bagi abad ke-21? Sungguh, sangat mengkhawatirkan! Hal lain yang mungkin mengejutkan orang adalah kenyataan bahwa mereka menganut interpretasi radikal dari "pembangunan berkelanjutan." Ia mengatakan bahwa tingkat konsumsi saat ini jauh melampaui kapasitas Bumi untuk memproduksi makanan dan bahan baku. Jadi kita harus secara drastis mengurangi tingkat konsumsi kita dengan mengadopsi model yang lebih keras dan lebih buruk. Dan di situlah model suku atau model penduduk asli bisa masuk; mereka mengatakan bahwa orang Indian dapat mengajari kita bagaimana menjadi miskin namun bahagia. (Sebuah ciri khas dari ajaran komunis).

Mereka mengusulkan doktrin buen vivir - “kehidupan yang baik” (Instrumentum laboris n. 12,13) ​​- yang bukan hidup dalam kelimpahan tetapi dalam kemiskinan, tetapi dalam persekutuan yang sempurna dengan alam. Dan ini adalah "kehidupan baik" yang mereka usulkan. Mereka menentang industrialisasi, mereka menentang tidak hanya konsumerisme tetapi juga konsumsi. Mereka mengatakan bahwa kita harus menurunkan tingkat konsumsi kita, karena Bumi tidak dapat mendukungnya. Ini juga sangat mengkhawatirkan, karena itu berarti mereka ingin kita menyingkirkan serangkaian keuntungan yang dihasilkan oleh peradaban industri.

LIFESITE: Ketika Anda mengatakan "mereka," siapakah yang Anda maksud?

JULIO LOREDO: Baik orang-orang yang di PBB mengusulkan doktrin pembangunan berkelanjutan, maupun orang-orang di dalam Gereja yang menganut doktrin pembangunan berkelanjutan, yang merupakan bagian penting dari apa yang ingin mereka lakukan di dalam Sinode mendatang. Dokumen-dokumen yang diusulkan untuk Sinode itu cukup jelas. Mereka ingin agar orang Indian Amazon menjadi penginjil dunia.

LIFESITE: Melalui "kehidupan yang baik" ...

JULIO LOREDO: Persis, dan ini juga sangat mengejutkan. Tentu saja, sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk hidup dengan rendah hati dan sederhana, serta merawat karunia ciptaan, yang telah dipercayakan oleh Bapa Surgawi kepada kita untuk dipergunakan dengan bijaksana. Tetapi jika hal itu ditafsirkan secara linier dan dibawa kepada konsekuensi terakhirnya, cara berpikir ini berarti bahwa kita harus meninggalkan banyak keuntungan dan kemajuan masyarakat modern. Bayangkan jika orang sekarang disuruh meninggalkan mobil, listrik atau AC!

Pada konferensi pers 17 Juni lalu, Sandro Magister mencatat bahwa walaupun Instrumentum laboris memiliki hal-hal kritis untuk dikatakan tentang Pentakosta atau urbanisasi, tetapi ia hanya berbicara secara positif tentang masyarakat adat, tanpa membahas kejahatan kanibalisme atau pembunuhan bayi atau praktik penyembahan berhala lainnya yang masih aktiv dilakukan di beberapa suku.

Atau menjalankan ilmu guna-guna. Baik dalam Dokumen Persiapan dan Instrumentum laboris, serta pernyataan orang-orang yang terlibat dalam Sinode, penuh dengan istilah dan tuduhan negatif berkaitan dengan industrialisasi, atau apa yang disebut paus Francis sebagai "extractivisme", yaitu mereka yang meng-ekstraksi bahan-bahan alam dari bumi; mereka penuh dengan istilah negatif terhadap ekonomi pasar bebas dan properti pribadi. Tetapi mereka tidak memiliki istilah negatif untuk dikatakan tentang suku-suku Amazon yang beberapa di antaranya masih mempraktekkan kanibalisme, pembunuhan bayi dan ilmu sihir. Suku-suku Indian disajikan sebagai sesuatu yang indah. Namun kenyataannya suku-suku asli Indian itu sangat berbeda dari gambaran mereka.

LIFESITE: Adakah yang ingin Anda tambahkan?

JULIO LOREDO: Bagi seseorang seperti saya, yang telah mempelajari teologi pembebasan dan teologi pribumi selama puluhan tahun, begitu banyak hal dalam dokumen ini yang sangat jelas. Tetapi bagi seseorang yang belum mempelajarinya, arus ini mungkin membingungkan, atau setidaknya tidak sepenuhnya dipahami. Namun, gerbang Neraka tidak akan bisa menang. Kita harus menghadapi situasi ini dengan ketenangan dan harapan, dengan menyadari bahwa Allah kadang-kadang mengizinkan kawanan domba-Nya untuk diadili dalam hal Iman mereka, agar Iman itu terbukti layak. Dan kita khususnya, tidak boleh kehilangan atau mengurangi penghormatan kita kepada Tahta Petrus.

No comments:

Post a Comment