Sunday, June 23, 2019

PEMBONGKARAN ATAS SELIBAT IMAM DALAM SINODE AMAZON AKAN SEGERA MENYEBAR KE JERMAN




German Cardinals Walter Kasper and Reinhard Marx

By Sandro Magister
OPINIONCATHOLIC CHURCHMARRIAGEThu Jun 20, 2019 - 9:15 pm EST

PEMBONGKARAN ATAS SELIBAT IMAM DALAM SINODE AMAZON AKAN SEGERA MENYEBAR KE JERMAN



20 Juni 2019 (L'Espresso) - Pada hari Senin 17 Juni, sinode Amazon yang dijadwalkan diadakan pada Oktober ini di Roma memiliki “Instrumentum laboris” (dokumen kerja) untuk didiskusikan.

Dokumen ini setebal hingga 59 halaman, tetapi beberapa baris dari paragraf 129 sudah cukup untuk memahami ke mana paus Francis ingin menuju:

Dengan menegaskan bahwa selibat adalah sebuah karunia bagi Gereja, maka hal itu akan menuntut bahwa untuk zona-zona yang terpencil di suatu wilayah, memberi kemungkinan untuk dipelajari tentang penahbisan imamat bagi kaum pria dewasa, lebih disukai pribumi, yang dihormati dan diterima oleh komunitas mereka, meskipun para pria itu mungkin sudah memiliki keluarga yang mapan dan stabil, demi menjamin tersedianya sakramen-sakramen yang menyertai dan menopang kehidupan Kristiani.

Terakhir kali paus Francis menyampaikan tujuan ini adalah pada konferensi pers dalam penerbangan kembali dari Panama pada 27 Januari 2019, ketika muncul pertanyaan: "Apakah Anda mengizinkan pria yang sudah menikah untuk menjadi imam?" Lebih dahulu paus Francis merespons dengan mengulangi pernyataan paus Paulus VI: "Saya lebih suka menyerahkan hidup saya daripada mengubah hukum selibat," tetapi segera setelah itu paus Francis mengakui kemungkinan penghapusan selibat "di daerah-daerah terpencil" seperti di "kepulauan Pasifik" dan "mungkin" juga di Amazon dan "di banyak tempat lainnya." Dan dia mengakhiri perkataannya dengan rekomendasi untuk membaca sebuah buku karya Uskup Fritz Lobinger yang menyajikan antara lain ide - "menarik" menurut Francis - untuk menahbiskan pria yang sudah menikah dan memberikan mereka satu-satunya "munus," atau tugas, untuk memberikan sakramen-sakramen, tidak termasuk tugas untuk mengajar dan memerintah, seperti yang selalu terjadi dalam setiap penahbisan imamat.

Lobinger, 90 tahun, adalah uskup di Aliwal, Afrika Selatan, dari tahun 1988 hingga 2004. Tetapi dia lahir dan besar di Jerman, tempat dia tinggal sampai hari ini. Dan dia bukan uskup atau teolog Jerman pertama yang didaftar oleh Jorge Mario Bergoglio dalam beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan perhatian dan persetujuan bagi penahbisan pria yang telah menikah, dengan Amazon sebagai landasan peluncurannya.

Sebelum Lobinger, sudah ada seorang ahli teologi dan spiritual, Wunibald Müller, yang dengannya Francis sering berkorespondensi pada tahun 2015 tentang masalah ini, dalam surat-surat yang kemudian dipublikasikan oleh Müller sendiri.

Tetapi di atas semuanya, kita harus ingat akan uskup emeritus dari Xingu, Brasil, yang bernama    Erwin Kräutler, 80 tahun, yang aslinya dari Austria, seorang anggota komite persiapan sinode Amazon, yang dalam pertemuan berulang kali dengan paus selalu mendapat dorongan besar darinya untuk memperjuangkan tujuan ini (penahbisan pria yang menikah untuk menjadi imam), dan kini dia juga sebagai anggota komite persiapan sinode.

Belum lagi Cardinal Cláudio Hummes, 85 tahun, dari Brasil, tetapi dari keluarga Jerman; dia juga selama bertahun-tahun menjadi pendukung terbuka penahbisan pria yang sudah menikah. Dia juga adalah presiden jaringan gereja pan-Amazon yang menyatukan 25 kardinal dan uskup dari negara-negara di wilayah itu, dan dipilih oleh paus Francis sebagai relator jenderal sinode nanti.

Dan semua mereka tidaklah lepas dari berkat tak berkesudahan dari rekan favorit Bergoglio di antara para kardinal dan teolog Jerman, Walter Kasper, 86 tahun, yang dalam sebuah wawancara dengan surat kabar "Frankfurter Rundschau" baru-baru ini mengatakan bahwa Francis berharap hanya membubuhkan tanda tangannya saja pada keputusan sinode yang mendukung pentahbisan pria yang sudah menikah.

Namun, hubungan antara paus Argentina ini dengan Jerman bukan hanya menjadi karakteristik dari sinode Amazon ini, karena hal itu juga memiliki kisah tersendiri sebelum dan sesudahnya.

* * *

 ‘Kisah sebelumnya’ adalah merupakan kelahiran dari dua sinode tentang keluarga (2014 & 2015)

Ketika Bergoglio, belum sampai setahun setelah menjadi paus, telah mempercayakan kepada Kardinal Kasper untuk menyusun pidato pendahuluan untuk konsistori Februari 2014 dimana Kasper mengusulkan di dalamnya untuk memberikan Komuni Kudus kepada umat yang bercerai dan menikah kembali, maka tujuan akhir dari sinode tentang keluarga (2014 & 2015) sudah ditentukan dan dituliskan.

Sinode itu, dalam dua sesi tahun 2014 dan 2015, meski telah membagi dua pertanyaan itu (mengenai pemberian Komuni kepada orang yang bercerai dan menikah lagi), tetapi Francis tetap memutuskan, atas wewenangnya, untuk sampai pada tujuan yang telah ditentukan, meskipun dalam bentuk yang sangat ambigu karena hanya dicantumkan pada catatan kaki dalam anjuran post synodal "Amoris Laetitia."

Dan sejak itu, setiap uskup di dunia memiliki wewenang, di keuskupannya sendiri, untuk memberikan Komuni Kudus kepada umat yang bercerai dan menikah kembali, yang pertama kalinya diusulkan pada tahun 1990-an oleh beberapa uskup Jerman dengan Kasper sebagai pemimpinnya, yang saat itu dengan tegas ditentang oleh Paus Yohanes Paulus II dan oleh Kardinal Joseph Ratzinger, sebagai kepala Kongregasi untuk Ajaran Iman.

* * *

Setelah dua sinode tentang keluarga, ada sebuah saat istirahat di Vatikan, dimana hal ini juga dipenuhi dengan aroma Jerman, atau lebih tepatnya dari kota Jerman Switzerland yang bernama Sankt Gallen, tempat pertemuan, sebelum dan sesudah 2000, dari klub para kardinal progresif – sebagai calon kuat pemilih masa depan Bergoglio untuk menduduki tahta kepausan – dimana anggotanya antara lain: di Jerman, Karl Lehmann dan Kasper, dan di Italia ada Carlo Maria Martini (Jesuit) sebagai perwakilan utamanya.

Bagi mereka, masalahnya adalah menentukan topik bagi sinode berikutnya, dan di bagian paling atas dari agenda paus Francis adalah soal penahbisan pria yang sudah menikah.

Itu adalah salah satu dari "masalah utama" yang diajukan Kardinal Martini untuk dibahas dalam serangkaian sinode terkait, dalam komentarnya yang mengesankan tentang sinode 1999 di mana dia berkata sebagai berikut:

"Kekurangan imam-imam yang tertahbis, peran perempuan dalam masyarakat dan di dalam Gereja, disiplin pernikahan, visi Katolik tentang seksualitas ...."

Tetapi Bergoglio memutuskan untuk menunda hal itu sementara waktu, dan berfokus pada sinode yang dijadwalkan pada Oktober 2018 dengan tema tentang kaum muda, dengan pokok bahasan di sana adalah "visi Katolik tentang seksualitas," termasuk homoseksualitas.

Namun implikasi ini tidak terbentuk, karena sebuah ‘keputusan bijaksana’ oleh Bergoglio sendiri selama persidangan, dan sinode tentang kaum muda itu akhirnya menjadi salah satu yang paling membosankan dan tidak bermanfaat dalam sejarah.

Tetapi ada juga sinode khusus untuk Amazon yang dijadwalkan tahun 2019. Dan di sini agenda Martini telah diterapkan secara penuh, tidak hanya dengan penahbisan pria yang sudah menikah, yang praktis telah diputuskan sebelum sinode dimulai, tetapi bahkan dengan keinginan yang misterius, yang diungkapkan dalam paragraf 129 dari "Instrumentum laboris," untuk "mengidentifikasi jenis pelayanan resmi yang dapat diberikan bagi kaum wanita," yang tidak hanya akan menjadi "diakon wanita," yang ditunda oleh Paus Francis guna melakukan "eksplorasi lebih lanjut," tetapi ia masih akan menjadi sebuah "pelayanan," mungkin bersifat sakramental yang dilakukan oleh wanita.

* * *

Tetapi semua ini belum berakhir. Karena sinode Amazon juga akan memiliki akibat berikutnya "setelah itu." Dan itu akan tepat dilakukan di Jerman.

Maret lalu, konferensi episkopal Jerman, yang berkumpul dalam sidang paripurna di Lingen, memasukkan ke dalam sinode nasional dengan tiga "forum" persiapan dengan tema-tema berikut:

- "Kekuasaan, partisipasi, pemisahan kekuasaan," yang dipimpin oleh Uskup Speyer Karl-Heinz Wiesemann;
-
"Moralitas seksual," yang dipimpin oleh Uskup Osnabrück Franz-Josef Bode;
-
"Bentuk kehidupan imamat," yang dipimpin oleh Uskup Münster Felix Genn.


Sekali lagi agendanya benar-benar adalah ‘milik’ Martini, dan dalam pembicaraan pendahuluan majelis pleno di Lingen dikatakan "apertis verbis" bahwa tujuannya adalah untuk sampai pada keputusan yang melegitimasi (mengesahkan atau membenarkan) tindakan homoseksual (ini adalah tujuan sinode yang belum terpenuhi pada saat sinode kaum muda tahun 2018), dan memperkenalkan penahbisan pria yang sudah menikah di Jerman juga (jadi, tidak lagi hanya di Gereja pinggiran dan terpencil seperti di Amazon).

Disitu juga desakan bahwa untuk meraih keputusan seperti itu, suara mayoritas sudah cukup, tanpa pihak minoritas dapat menghalangi hal itu mulai berlaku dan tanpa memerlukan lampu hijau dari Gereja Katolik secara keseluruhan.

Begitulah, semuanya memperjelas bahwa Francis tidak mengajukan keberatan terhadap program Gereja Jerman ini.

Hal ini merupakan salah satu Gereja yang paling dilanda bencana di dunia, dengan semua jarum menunjuk warna merah, kecuali untuk kekayaan moneter. Namun justru itulah yang dipromosikan oleh Bergoglio sebagai lampu suar kepausannya.

Published with permission from L'Espresso.


No comments:

Post a Comment