Friday, June 7, 2019

PESAN FATIMA & PERTEMPURAN KITA YANG TERUS BERLANGSUNG






PESAN FATIMA & PERTEMPURAN KITA YANG TERUS BERLANGSUNG, DEMI JIWA DARI GEREJA



Awal pekan ini, peringatan 102 tahun dari pesan pertama Fatima terjadi. Banyak umat Katolik tidak pernah berharap untuk melihat akhir tahun ke seratus ini tanpa mukjizat besar terjadi – yaitu beberapa tanda surgawi untuk mengakhiri pemurnian sekarang.

Namun di sinilah kita, dua tahun kemudian, tanpa memiliki jawaban lebih lanjut.

Mungkin Bunda Maria tidak memiliki sesuatu yang baru untuk dikatakan ketika dia menunggu pemenuhan atas permintaannya yang asli: agar Rusia dikonsekrasikan dengan benar dan bahwa lebih banyak dari kita melakukan devosi silih Lima Sabtu Pertama.

Tetapi ketika kita kembali kepada perkataannya berulang kali, patut juga dipertimbangkan bahwa mungkin pesan yang sangat perlu kita dengar telah ada di sini, di depan kita selama ini. Dalam penampakan pertamanya kepada anak-anak Fatima pada 13 Mei 1917, Bunda Maria bertanya:

Apakah kamu mau mempersembahkan dirimu kepada Allah untuk menanggung semua penderitaan yang Dia berikan kepadamu, baik sebagai tindakan silih untuk dosa-dosa yang telah menentang-Nya serta tindakan permohonan demi pertobatan orang berdosa?

Ketika anak-anak itu menjawab ‘YA’dengan tegas, Bunda Maria berkata:

“Kalau begitu, kamu akan banyak menderita. Namun rahmat Tuhan akan menjadi penghiburan bagimu.”

Bukankah ini tepatnya yang kita alami sekarang? Penderitaan yang Tuhan kirimkan kepada kita sekarang adalah sesuatu yang tidak dapat kita perbaiki, tetapi kita hanya bisa bertahan, dan memang sangat sulit untuk menanggung apa yang sedang terjadi pada Gereja kita yang terkasih ini. Meski begitu, Bunda Maria telah memberi tahu kita bahwa kita dapat menjadikan penderitaan ini bermanfaat dengan cara mempersembahkannya kepada Allah sebagai silih atas dosa serta demi pertobatan orang berdosa.

Are we remembering to set aside our anger and bitterness to do this?

Apakah kita ingat untuk bersedia mengesampingkan kemarahan dan kepahitan kita untuk melakukan ini?

Dan sungguh, saat kita menyaksikan kegilaan disforia gender, agenda LGBT, serangan-serangan terhadap pernikahan Kristiani, dan nafsu aborsi yang tak pernah terpuaskan di masyarakat kita di mana-mana, dapatkah kita bertanya: apakah dunia memang membutuhkan pertobatan yang lebih besar? Dan ketika kita melihat Bunda Gereja Kudus, dan kita melihat segala macam kebusukan, skandal, pelecehan, tidak menghormati hal-hal yang suci, tidakkah kita melihat bahwa kebutuhan akan pertobatan dan pemulihan itu merupakan urgensi yang terbesar?

Kita memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa perbaikan yang nyata, dengan menyatukan penderitaan kita dengan Kristus. Janganlah kita membiarkan pemurnian di masa kepausan ini dan semua kejahatan yang telah terjadi, menjadi sia-sia. Dalam ensikliknya tentang Kerajaan Sosial Kristus, Quas Primas, Paus Pius XI mengingatkan kita bahwa di masa-masa awal era Kristiani, ketika umat Kristus menderita penganiayaan yang kejam, pemujaan para martir dimulai, kata St. Agustinus, “agar pesta para martir dapat menyemangati orang-orang untuk menjadi martir.”

Penghargaan liturgis yang diberikan kepada para bapa pengakuan, para perawan dan janda-janda,  memberikan hasil yang luar biasa dalam semangat yang meningkat untuk meraih kebajikan, yang diperlukan bahkan di masa damai. Tetapi yang lebih berbuah lagi adalah pesta yang diadakan untuk menghormati Perawan Maria. Sebagai hasil dari orang-orang ini tumbuhlah, tidak hanya di dalam pengabdian mereka kepada Bunda Allah sebagai pembela yang selalu hadir, tetapi juga dalam kasih mereka terhadapnya sebagai seorang Ibu yang diwariskan kepada mereka oleh Penebus mereka. Tidak kurang di antara berkat-berkat yang dihasilkan dari penghormatan publik dan sah yang diarahkan kepada Perawan Terberkati dan orang-orang kudus, adalah kekebalan Gereja yang sempurna dan abadi dari berbagai kesalahan dan bidaah. Kita mungkin mengagumi kebijaksanaan luar biasa dari Penyelenggaraan Allah, yang selalu membawa kebaikan dari sebuah kejahatan, dari waktu ke waktu menderita karena iman dan kesalehan orang-orang yang menjadi lemah, dan membiarkan kebenaran Katolik diserang oleh doktrin-doktrin palsu , tetapi hasil akhirnya selalu kebenaran itu bersinar dengan kemegahan yang lebih besar, dan bahwa iman manusia, yang muncul dari kelesuannya, telah menunjukkan dirinya lebih kuat daripada sebelumnya.

Jika ada cahaya di ujung terowongan perjalanan hidup kita, itu adalah pengetahuan bahwa semua yang baik akan dikuatkan, dan apa yang jahat akan dihancurkan dibawah kaki Bunda Maria.

Hal ini pun juga akan terjadi.

Sampai saat itu terjadi, kita akan melakukan pertarungan, dengan selalu ingat akan peringatan St. Petrus dalam surat pertamanya:

1 Peter 5:6-11:
Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

Ini adalah kata-kata yang penting untuk diingat. Jika badai (kerahasiaan sinode) bisa sedikit berkurang untuk sesaat, kita dapat melihat di cakrawala bahwa sinode Pan-Amazon sedang mendekat. Instrumentum Laboris (semacam agenda sinode) yang akan memandu sinode itu, pada kenyataannya, diharapkan bulan depan sudah beredar. Kami diyakinkan oleh teman dekat kepausan dan sekutu Kardinal Claudio Hummes bahwa menurut percakapannya dengan paus, ada sebuah “kebutuhan besar akan jalan yang baru, tidak perlu takut akan hal-hal baru, jangan menghalanginya, jangan menentangnya. Kita harus menghindari membawa barang-barang lama seolah-olah itu lebih penting daripada yang baru.” Dia juga mengatakan bahwa kita harus memahami bahwa sinode itu "akan memiliki dampak universal." (Berkat sifatnya yang blak-blakan, kita sudah tahu bahwa kemungkinan akibatnya akan berupa serangan terhadap kehidupan selibat imam, dengan kedok kekurangan jumlah imam untuk memberikan sakramen-sakramen.) Kami telah mendengar harapan besar dari uskup-uskup progresif lainnya bahwa sinode itu akan menangani masalah tambahan soal moralitas seksual dan imamat pria, dan bahwa “tidak ada yang sama seperti dulu." Ini adalah kalimat yang sungguh tidak menyenangkan. Dan kita sendiri tidak berdaya untuk menghentikan agenda mereka.

Tapi kita punya jalan lain. Sudah saya sebutkan sebelumnya minggu ini, tentang perlunya kita kembali ke pada misi semula: membangun kembali budaya Katolik dan memulihkan tradisi Katolik. Selalu menjadi harapan saya untuk menggunakan platform ini guna melakukan tindakan kita: perkuatlah saudara-saudara seiman, agar mereka dapat lebih tahan terhadap badai yang akan datang.

Itu adalah sinode pertama dari kepausan ini - yang berbicara soal pernikahan dan keluarga - yang sangat memukul kita tentunya. Ketika kami melihat betapa sedikitnya liputan kritis terhadap sinode itu yang dihasilkan oleh media Katolik, kami sadar bahwa kami harus menentukan sikap. Dan kami telah, karena kurangnya istilah yang lebih baik, kami telah sampai pada pijakan untuk berperang sejak itu. Bereaksi terhadap cerita-cerita adalah lebih dari proaktif dengan membantu para pendengar kami untuk memperkuat pengetahuan dan praktik Katolisitas mereka.

Kali ini, kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kami akan memantau Sinode itu, sejauh masuk akal untuk melakukannya, tetapi pada saat yang sama kami tidak akan membiarkan mereka mengalihkan perhatian kami dari apa yang benar-benar penting. Kami akan terus bekerja untuk menawarkan tidak hanya deskripsi racun, tetapi resep untuk penawarnya. Kami akan mengingatkan diri kami sendiri tentang keindahan iman, sebuah salep untuk luka-luka yang ditimbulkan oleh mereka yang berusaha membuat atau menghancurkannya. Mereka dapat mengambil banyak hal dari kita, tetapi mereka tidak dapat mengambil jiwa kita. Tetap saja, itu terserah kita untuk membentenginya.

In Christ,
Steve Skojec
Publisher & Executive Director
OnePeterFive


No comments:

Post a Comment