Saturday, August 4, 2018

TDB Epperson Bab 29


Bab 29


Serangan atas keluarga


Unit keluarga telah lama disebut sebagai batu penjuru peradaban. Konsep bahwa orang tua bertanggung jawab atas pengasuhan anak-anak yang dihasilkan selama pernikahan adalah landasan kehidupan Amerika. Namun, ada upaya di Amerika saat ini untuk melemahkan, atau bahkan menghancurkan, unit keluarga sama sekali.

Keinginan untuk menghancurkan unit keluarga, seperti yang telah secara singkat disinggung dalam bagian-bagian sebelumnya dari penelitian ini, adalah salah satu tujuan dari gerakan New Age-Humanist-Communist.

Marilyn Ferguson, penulis New Age, telah menulis tentang unit keluarga dalam bukunya yang berjudul, THE AQUARIAN CONSPIRACY: "Banyak sosiolog mengantisipasi 'evolusi' monogami. Perkawinan, kata mereka, harus dirubah menjadi sebuah institusi jika ia ingin bertahan hidup sama sekali.

Jika monogami terikat erat dengan pembatasan semua ekspresi seksual pada pasangan, mereka mengatakan, hal itu pada akhirnya akan menjadi monogami yang menderita." (560)

Kata "monogami" memiliki dua makna, yang keduanya berlaku untuk penelitian ini. Kata tersebut didefinisikan sebagai:

1.       Praktek atau keadaan menikah dengan hanya satu orang pada satu waktu.

2.       Praktek menikah hanya sekali selama hidup.

Kamus menambahkan embel-embel kepada definisi kedua: dikatakan bahwa definisi itu "langka." Dan memang benar.

Tradisi di Amerika bahwa suami mengambil seorang istri, dan kemudian tetap setia kepada pasangan itu selama sisa hidup mereka bersama ada pada kelompok orang Yahudi-Kristen. Dengan kata lain, hal itu berasal dari kepercayaan dan ajaran dari dua agama mereka.

Karena adat kebiasaan ini bukan sesuatu yang ditulis secara naluriah ke dalam hati semua orang, dan karena manusia diberikan pilihan bebas, maka manusia bebas untuk menerima atau menolak institusi keluarga yang diciptakan seperti itu. Pria yang sudah menikah tidak harus memiliki satu istri dan tetap setia kepadanya. Hanya agama yang mengajarkan bahwa pernikahan monogami adalah gaya hidup yang lebih dikehendaki.

Marilyn Ferguson, seorang penulis New Age, menulis lebih lanjut: "Monogami tradisional bertentangan dengan pengertian yang berkembang saat ini bahwa kebaikan terbesar dari eksistensi manusia adalah hubungan interpersonal yang mendalam, karena banyak dari hal ini sesuai dengan perasaan dan selera mereka.

... orang-orang muda mencoba merancang dan menciptakan suatu bentuk pernikahan yang sesuai dengan era baru." (561) Seperti yang telah digambarkan sebelumnya, Gerakan New Age dan Gerakan Komunis ingin menghancurkan struktur keluarga. Di sini, salah satu dari penulis besar New Age mengatakan bahwa adalah orang-orang muda yang mencoba untuk merancang sebuah lembaga pernikahan yang baru. Anak-anak diajarkan untuk merubah kontrak pernikahan oleh mereka yang mengikuti Gerakan New Age yang telah menulis buku-buku teks, atau mendorong sebuah dialog dengan maksud untuk merubah sikap mereka.

Bahkan definisi sebuah keluarga, yang berarti suami laki-laki, istri perempuan, dengan anak atau anak-anak, harus didefinisikan ulang bagi gerakan New Age. Marilyn Ferguson telah mengatakan kepada kami bahwa hal ini telah terjadi: "Asosiasi Ekonomi Rumah Amerika mendefinisikan kembali keluarga pada tahun 1979 sebagai 'dua atau lebih orang (yang berarti boleh dua pria, atau dua wanita, atau satu pria dan satu wanita, atau bahkan lebih dari dua orang) yang saling berbagi sumber daya, berbagi tanggung jawab satu sama lain seiring dengan waktu.

Keluarga adalah iklim dimana 'seseorang bisa pulang;' dan ini adalah jaringan untuk berbagi dan komitmen yang paling tepat menggambarkan unit keluarga, terlepas dari darah, ikatan hukum, adopsi, atau pernikahan. '"

Konsep perkawinan Amerika adalah suami laki-laki, dan istri perempuan. Pernikahan homoseksual atau lesbian adalah tidak sah. Tetapi itu bisa saja berubah kapan saja mereka yang membuat undang-undang memutuskan untuk merubahnya. Kaum New Age rupanya ingin merubah hukum untuk memungkinkan pernikahan antara dua pria atau dua wanita.

Sebuah Langkah besar dalam merubah definisi tradisional keluarga baru saja terjadi di negara bagian New York. Judul artikel 6 Juli 1989 yang membahas perubahan itu, berbunyi: "Pengadilan menetapkan pasangan gay sebagai sebuah 'keluarga' yang sah."

Artikel itu melaporkan: "Pengadilan tertinggi New York memutuskan hari ini bahwa pasangan dalam relasi homoseksual jangka panjang dapat mengambil alih apartemen sewa dari pasangan itu ketika kekasih yang menandatangani kontrak itu meninggal.

... Pengadilan Banding memerintahkan pengadilan yang lebih rendah untuk mempertimbangkan kembali keputusannya untuk mengusir seorang pria New York City dari sebuah apartemen sewaan yang dia bagikan ... kepada kekasihnya yang sekarang sudah mati.

... pengadilan memperluas definisi atas sebuah 'keluarga' ...

Kata ini sangat penting karena hukum negara mengatakan hanya 'anggota keluarga' yang dapat mengambil alih apartemen yang disewa ketika penyewa yang tercatat, meninggal.

Pengadilan mengatakan bahwa definisi tersebut harus mencakup orang dewasa yang menunjukkan komitmen finansial dan emosional jangka panjang satu sama lain, bahkan meski ia tidak sesuai dengan arti tradisional dari 'keluarga'." (562)

Jadi, bahkan definisi keluarga sedang diserang saat ini. Maka definisi itu harus dirubah jika keluarga mau dihancurkan.

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, ada beberapa yang ingin agar unit keluarga dihancurkan sama sekali. Penghancuran unit keluarga telah menjadi sasaran kelompok Komunis dan Sosialis selama lebih dari 140 tahun. Karl Marx, yang disebut sebagai bapak Komunisme, menulis bahwa itulah tujuan dari Partainya: "Penghapusan keluarga!

Bahkan pihak yang paling radikal pun mendukung usulan Komunis yang terkenal ini." (563)

Dan Robert Owen, yang disebut sebagai bapak Sosialisme, menulis: "Di dunia moral yang baru nanti, nama-nama suami dan istri, orang tua dan anak, yang tidak rasional, tidak akan didengar lagi. Semua hubungan keluarga akan menjadi hasil dari kasih sayang; anak tidak diragukan lagi akan menjadi milik seluruh komunitas." (564)

Dan proses perubahan dari gagasan bahwa ‘membesarkan anak harus menjadi tanggung jawab keluarga’ kepada gagasan bahwa ‘anak akan dibesarkan oleh negara’ telah dimulai di beberapa negara Komunis.

Salah satu dari negara-negara seperti itu adalah Kuba.

Orang-orang Kuba pada dasarnya adalah orang-orang yang religius, dengan mayoritas besar adalah anggota Gereja Katolik. Tetapi banyak yang telah berubah sejak Fidel Castro, Komunis, merubah bangsa itu menjadi negara komunis. Komentar-komentar ini berasal dari sebuah artikel 1988 di majalah the New American: "Hubungan heteroseksual (laki dan perempuan) di Kuba dicirikan oleh maraknya pergaulan bebas dan prostitusi yang meluas.

Kemiskinan yang sangat buruk di mana Castro telah membawa bangsanya, telah mendorong prostitusi.

Lembaga pernikahan hampir kehilangan maknanya di Kuba. Banyak orang menikah dan lebih banyak lagi yang bercerai.

... rezim Castro telah bekerja untuk menghancurkan ikatan keluarga dan mematahkan kendali orang tua atas anak-anak mereka. Kaum Komunis di Kuba telah memancing anak-anak agar tinggal dan hidup di sekolah-sekolah di pedesaan. Di sekolah-sekolah ini siswa belajar setengah hari dan kemudian harus bekerja di ladang untuk setengah hari berikutnya.

Kehadiran di 'escuelas en el campo' ini (yang artinya kamp sekolah) memang tidak wajib, tetapi siswa tingkat SMP dan SMA didorong untuk hadir. Bahkan siswa yang tidak menghadiri sekolah live-in harus berpartisipasi setiap tahun dalam periode kerja enam minggu di lokasi yang jauh di daerah pedesaan Kuba.

Rejim Castro sangat bergantung pada penggunaan ratusan ribu anak sekolah yang tidak dibayar untuk bekerja di ladang setiap tahun. Di bawah perlindungan Undang-undang program pendidikan, rezim Castro telah mengeksploitasi pekerja anak dan mengganggu otoritas orang tua atas anak-anak mereka." (565)

Sangat menarik bahwa pemimpin Kuba, Fidel Castro, menjadi teladan bagi perselingkuhan dan persetubuhan dalam relasi pernikahan. Dia memiliki lima anak yang dikenal lahir di luar nikah dengan para ibu yang berbeda. (566)

Negara-negara Komunis lainnya telah menunjukkan komitmen mereka terhadap kehancuran keluarga. Kaum Komunis di Cina juga, setidaknya, berhasil sebagian dalam upaya mereka untuk menghancurkan unit keluarga. Mereka yang telah mempelajari masa lalu bangsa itu dan tahu bahwa unit keluarga telah menjadi batu penjuru peradaban mereka selama berabad-abad.

Seorang warga Cina yang beruntung bisa melarikan diri dari negaranya setelah Komunis mengambil alih pada tahun 1949 adalah Pendeta Shih-ping Wang, direktur Evangelisasi Masyarakat Baptis di Asia Timur. Dia memberi kesaksian di depan Komite bagi Kegiatan-Kegiatan Non-Amerika, tentang apa yang terjadi pada keluarga ketika Komunisme menguasai Cina: "Unit keluarga menjadi rusak. Suami dan istri dipisahkan di barak yang berbeda. Anak-anak direbut dari orangtua mereka dan ditempatkan di pusat pembibitan yang dikelola pemerintah.

Suami dan istri hanya bertemu seminggu sekali selama dua jam dan mereka tidak memiliki kontak yang lain ...

Orang tua dapat melihat anak-anak mereka sekali seminggu dan ketika mereka melihat mereka, mereka tidak dapat menunjukkan kasih sayang terhadap anak-anak mereka. Nama telah dilepaskan dari anak-anak itu dan mereka hanya diberi nomor.

Tidak ada lagi identitas individu atau pribadi." (567)

Beberapa tindakan untuk mengendalikan unit keluarga di Cina agak halus, sementara yang lain tidak. Sebagai contoh, setiap pasangan yang ingin menikah harus memiliki izin dari Partai Komunis. Para pembangkang politik, misalnya, tidak diizinkan untuk menikah. Sekali pasangan diberi izin untuk menikah, maka keputusan untuk menentukan berapa banyak anak yang bisa dimiliki pasangan itu, dalam apa yang disebut sebagai "pernikahan", itu adalah keputusan pihak lain (pemerintah).

Orang yang memberi kesaksian tentang fakta itu adalah pengungsi Cina lainnya, Dr. Han Suyin, penduduk asli Peking, yang melaporkan dalam sebuah pidato kepada Swiss Society of Surgeons pada 1975 bahwa: "Penghuni setiap lingkungan di Republik Rakyat Cina bertemu setiap tahun untuk memutuskan berapa banyak bayi akan lahir selama tahun depan dan untuk keluarga yang mana.

Prioritas diberikan kepada wanita yang baru menikah tanpa anak. Sebagai jaminan terhadap kemungkinan atau kesalahan sehingga pasangan itu tidak sampai hamil, maka pil kontrasepsi didistribusikan di setiap jalan setiap pagi." (568)

Kebijakan ini memungkinkan "orang-orang" untuk memutuskan berapa banyak anak yang dapat dimiliki setiap pasangan di Cina telah menimbulkan praktik pembunuhan bayi, yang berarti pembunuhan bayi secara sengaja. Pemerintah tidak mengizinkan pasangan untuk memiliki lebih dari satu anak, dan dekrit ini telah menyebabkan masalah berikut: "Surat kabar terkemuka dari Cina Selatan melaporkan bahwa selama tahun 1980, delapan bayi perempuan ditemukan tewas, ditinggalkan di depan markas besar partai lokal ...

Sebagian besar telah mati tercekik." (569)

Artikel itu berlanjut dengan menjelaskan mengapa hanya anak-anak perempuan yang dibunuh oleh orang tua yang putus asa: "Jika anak pertama adalah perempuan, maka banyak orangtua takut bahwa mereka akan ditinggalkan tanpa ahli waris atau sumber dukungan di usia manula mereka.

Jadi, di daerah-daerah tertentu beberapa orangtua mulai membunuh anak perempuan sulung mereka."

Pilihan lain tersedia bagi orang tua yang tidak memiliki keberanian untuk membunuh anak-anak mereka. Sebuah laporan baru-baru ini, pada Maret 1989, melaporkan bahwa beberapa orang tua telah mengembangkan metode lain yang memungkinkan anak-anak mereka untuk bertahan hidup: "Diperkirakan 25 juta 'ilegal' tinggal di Cina Merah (Komunis).

Mereka adalah anak-anak tidak terdaftar yang bukan imigran atau orang asing, tetapi orang Cina kelahiran asli, yang orang tuanya menyembunyikan mereka dan menjaga mereka agar tidak terdaftar oleh pemerintah, karena kebijakan resmi pemerintah 'satu keluarga- satu anak'.

Anak-anak yang tidak terdaftar ini tidak dapat menghadiri sekolah negeri, menerima bantuan pemerintah apa pun, atau bekerja untuk pemerintah dalam kapasitas apa pun." (570)
Keputusan untuk mengizinkan hanya satu anak untuk satu pasangan di Cina diberlakukan oleh praktik lain: "Jika pasangan tetap memiliki anak kedua, salah satu orang tua dipaksa untuk membeli semua jatah gandum dua kali harga yang ditetapkan pemerintah, selama tujuh tahun ke depan.

Anak ketiga tidak mendapatkan kartu identitas yang memberinya hak untuk jatah makanan." (571)

Tetapi jika Partai Komunis menemukan bahwa seorang wanita Cina hamil tanpa izin mereka, mereka memaksanya untuk melakukan aborsi. Jonathan Mirsky, dalam sebuah artikel untuk The Nation, menulis bahwa wanita yang hamil tanpa izin telah diculik atas perintah Partai Komunis dan dipaksa melakukan aborsi, bahkan meski kehamilannya berada pada trimester ketiga kehamilannya (9 bulan).

Konsep "satu anak per keluarga" ini menimbulkan masalah lain: apa yang dilakukan Partai Komunis jika wanita melahirkan bayi kembar? Pertanyaan itu dijawab oleh seorang Amerika yang mengunjungi Cina Merah.

Stephen Mosher adalah seorang mahasiswa pascasarjana di Stanford University yang berusaha menyelesaikan studi doktoralnya ketika dia diminta untuk melakukan penelitian untuk tesisnya di Cina. Dia setuju, dan pergi kesana untuk tinggal di sebuah desa kecil di bagian selatan. Penemuannya tentang kehidupan di negara itu mengejutkannya. Ini adalah komentarnya tentang apa yang terjadi ketika seorang wanita Tionghoa melahirkan anak kembar: "... seorang pejabat ... menuntut agar dia menentukan yang mana dari dua anak  yang ingin dia pilih. Sang ibu tidak dapat menjawabnya, maka pejabat tersebut membuat keputusan untuknya, membuang salah satu bayi yang baru lahir." (572)

Praktek aborsi telah menjadi begitu luas sehingga pemerintah Amerika Serikat memperkirakan bahwa lebih dari 78 juta aborsi dilakukan di Cina Merah antara tahun 1971 dan 1982.

Tetapi Komunis Cina menempatkan rintangan lain di jalan dari suatu pasangan Cina. Kendala ini menghambat kemampuan pasangan untuk menikmati kehidupan pernikahan.

"Sekarang adalah wajib bagi perempuan untuk bekerja di ladang. Mereka melakukannya, dan sementara itu mereka masih melakukan semua pekerjaan rumah tangga."

Jelas, seorang wanita Cina yang dipaksa bekerja di ladang tidak punya waktu untuk terlibat dalam pengasuhan keluarga secara penuh waktu.

Keputusasaan terbesar dari para wanita di Cina karena kondisi-kondisi yang dipaksakan Komunis ini telah menimbulkan masalah baru: "Gadis-gadis petani di daerah terpencil di Cina telah mengakhiri hidup mereka (bunuh diri) dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya." (573)

Gadis-gadis melakukan bunuh diri dalam jumlah rekor di Cina karena adanya tekanan pada pernikahan, masalah aborsi, dan persyaratan bahwa mereka hanya boleh melahirkan hanya satu anak.

Tetapi masalah di Cina tidak sebanyak orang Cina. Hanya saja disana memang terlalu banyak Komunisme dan kaum Komunis telah memberlakukan aturan Komunis.

Kaum Komunis telah memaksakan Komunisme, yang juga disebut Tata Dunia Baru, pada orang-orang Cina, dan ia telah gagal, sama seperti yang diprediksi oleh siapa saja yang pernah mempelajari sejarah Komunisme.

Sistem Komunis tidaklah berfungsi; ia tidak pernah berhasil; dan ia tidak berhasil juga di Cina. Dan ada cara mudah untuk membuktikan bahwa pernyataan itu benar.

Di lepas pantai Cina Komunis terdapat pulau-pulau yang dikenal sebagai Formosa atau Taiwan. Negara Cina yang terpisah ini tidak mau membeli penipuan yang dikenal sebagai Komunisme. Dan hal ini memungkinkan warganya menikmati hak milik pribadi.

Pemerintah Taiwan mendukung sistem ekonomi yang dikenal sebagai Sistem Perusahaan Bebas.

Mantan anggota Kongres Eldon Rudd dari Arizona mengilustrasikan perbedaan antara Komunisme 9Cina) dan Kebebasan (Taiwan): "Dengan 270 kali luas daratan dan 58 kali jumlah populasi, Produk Nasional Bruto (GNP) Tiongkok Daratan (China Komunis) hanya 10 kali lipat GNP Taiwan .

Gambaran yang saya sebutkan ini mengilustrasikan kelimpahan materi yang diciptakan oleh iklim kebebasan.

Menurut saya, ini adalah perbedaan terkecil dan paling tidak penting antara Republik Rakyat Tiongkok (yang berarti China Komunis) dengan pemerintahan bebas Taiwan. Perbedaan yang sebenarnya adalah di dalam roh - kondisi manusia, tidak adanya paksaan dan pengawasan yang ketat, adanya peluang bagi tiap individu." (574)

Jadi masalah di Cina bukanlah terlalu banyak penduduk. Tetapi terlalu banyak Komunisme.

Terlalu banyak "Tata Dunia Baru."

Jadi unit keluarga di Cina, yang telah menjadi landasan peradaban mereka selama berabad-abad, pada dasarnya telah dihancurkan oleh Partai Komunis.

Dan itu tidak dihancurkan karena kesalahan warga Cina. Tetapi ia memang sengaja direncanakan seperti itu.

Dan Komunis Bolshevik di Uni Soviet hampir melipat-gandakan "keberhasilan" Komunis Cina.

Majalah Reader's Digest bulan September 1988 memuat sebuah artikel yang berjudul ‘Should We Bail Out Gorbachev?’ di mana mereka mendiskusikan kehidupan di Uni Soviet. Ini adalah salah satu komentar yang dibuat dalam artikel itu: "Setidaknya ada 13 juta keluarga perkotaan masih harus tinggal di apartemen bersama atau asrama, berbagi kamar mandi, dapur dan bahkan kamar tidur dengan keluarga lain. Di Moskow, kompleks apartemen yang baru dibangun sedang runtuh." (575)

Jadi sebagian besar keluarga Rusia tidak memiliki tempat tinggal terpisah dari orang lain. Kehidupan menikah tampak sangat tidak menarik bagi pasangan muda yang memikirkan pernikahan. Jadi, jika Komunis berusaha menghancurkan keluarga di Rusia, salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan tidak membangun apartemen atau rumah milik pemerintah secara mencukupi.

Dan itulah yang telah mereka lakukan.

Juga, Uni Soviet memanfaatkan pembunuhan bayi yang sama seperti yang terjadi di Cina Merah.

"Mengakhiri dunia melalui aborsi legal adalah Uni Soviet - di mana ada sekitar delapan juta aborsi per tahun dari 30 juta di seluruh dunia.

Menurut Berita Moskow, 9 dari 10 kehamilan pertama di Uni Soviet, yang sangat mengejutkan, berakhir dalam pembunuhan resmi terhadap bayi yang belum lahir.

Angka-angka yang sesuai di Amerika Serikat, lapor Alan Guttmacher Institute di New York City, adalah satu dari tiga kehamilan pertama yang dihentikan melalui aborsi dan ada 1,6 juta aborsi setiap tahun." (576)

Mereka yang mendukung konsep aborsi legal sering mengklaim bahwa mereka yang mengatakan bahwa kehidupan dimulai pada saat konsepsi, adalah salah.

Pendapat mereka adalah bahwa kehidupan itu dimulai saat lahir. Tetapi ada orang lain yang mengklaim bahwa bahkan tanggal itu tidak memadai, dan bahwa kehidupan baru dimulai pada suatu hari nanti sesudahnya.

Salah satunya adalah Sir Francis Crick, seorang dokter medis Inggris, seorang sosialis dan dia ikut menjadi penandatangan HUMANIST MANIFEST II. Dia telah dikutip mengatakan bahwa dia meramalkan suatu hari ketika: "…tidak ada bayi baru lahir akan dinyatakan sebagai manusia kecuali anak itu telah lulus tes-tes tertentu mengenai bakat-bakat genetiknya. Jika dia gagal dalam tes ini, maka dia kehilangan haknya untuk hidup." (577)

Bayangkan penderitaan orang tua yang telah memberi hidup kepada seorang bayi yang baru lahir, dianggap "cacat" oleh Dr. Crick, ketika mereka mendapati bahwa ‘dokter yang baik’ itu telah memutuskan untuk "mengambil hak untuk hidup" bagi anaknya. Bayangkan apa akibat dari konsep ini bagi mereka yang merencanakan sebuah keluarga.

Dan sekarang pembaca dapat memahami apa yang dipikirkan oleh beberapa Humanist tentang nilai kehidupan manusia. Sekali seseorang menyangkal keberadaan Tuhan, dia menjadi dewa sendiri, dan dia dapat memutuskan semua hal yang menurut orang lain adalah Tuhan yang memutuskannya. Termasuk hal-hal seperti: hak untuk hidup, hak atas properti, dll.

Namun serangan terhadap keluarga di Amerika sedikit lebih halus. Tetapi hal itu nyata, tidak kurang.

Pada tahun 1988, Mahkamah Agung memutuskan bahwa seorang suami tidak memiliki hak untuk menghentikan istrinya melakukan aborsi. Pengadilan banding, yang mengesahkan keputusan tersebut ke Mahkamah Agung, telah menyatakan bahwa suami "tidak memiliki hak untuk memveto keputusan (istrinya) (untuk melakukan aborsi) karena keputusan (itu) hanya menyangkut dirinya (istrinya)." (578)

Keputusan ini tentu memiliki efek jangka panjang pada pernikahan di mana kedua pihak dalam kontrak pernikahan seharusnya sama-sama memiliki suara dalam keputusan apa pun yang mempengaruhi kedua belah pihak.

Namun serangan terbaru terhadap keluarga adalah fenomena baru yang disebut "pelecehan anak." Komite Nasional untuk Pencegahan Penyalahgunaan Anak menyatakan ada 1,2 juta laporan pelecehan anak pada tahun 1984. Mereka yang telah memperhatikan ini atau angka yang lebih saat ini, yang merasa marah, telah dikondisikan untuk percaya bahwa penyalahgunaan (pelecehan) ini merajalela di dalam masyarakat Amerika.

Namun, alasan bahwa respon terhadap statistik ini dapat disebut sebagai ‘histeria,’ adalah komentar dari Douglas Besharov, direktur pertama dari Pusat Nasional Penyalahgunaan dan Penelantaran Anak, yang telah menuduh bahwa lebih dari 60 persen dari keluhan ini benar-benar tidak berdasar. Dan yang lain mengatakan bahwa angka itu mungkin sampai setinggi 80 persen.

Dan di sebagian besar kasus yang tersisa, cedera itu benar-benar melibatkan tindakan pengabaian - kegagalan untuk menyediakan apa yang oleh sebagian pekerja sosial dianggap sebagai makanan, pakaian atau penampungan yang memadai - jauh dari kejahatan kotor yang dipublikasikan secara luas di media.

Satu negara asing yang menanggapi histeria seperti ini adalah Swedia, yang mengeluarkan undang-undang pada tahun 1979 untuk menghukum orang tua yang memukuli anak-anak mereka. Artikel majalah Parade yang melaporkan undang-undang menyebutkan kasus di mana seorang ayah menyuruh puteranya untuk tidak membawa adik laki-lakinya keluar dengan bersepeda. Sang putera tidak menaati ayahnya, dan sang ayah memberinya pukulan di pantat.

Sang putera segera berlari ke kantor polisi setempat dan melaporkan ayahnya karena memukulnya. Juri kemudian memutuskan sang ayah bersalah dan mendenda dia.

Di Amerika, histeria ini telah menyebabkan campur tangan menghebohkan dari pemerintah terhadap masalah-masalah pribadi keluarga, banyak yang tampaknya tidak beralasan dan beberapa di antaranya justru terbukti berbahaya bagi anak-anak yang terlibat.

Definisi "pelecehan anak" pada dasarnya membuat kejahatan muncul keluar dari hampir setiap orang tua di Amerika. Sebuah studi yang didanai pemerintah federal, yang disponsori oleh National Institute of Mental Health, dan dirilis pada bulan November 1985, mendefinisikan korban "kekerasan terhadap anak" sebagai orang-orang yang telah "menampar atau memukul," atau "mendorong, meraih, atau menggeser" paksa anak mereka. Maka akan sulit untuk menemukan orang tua di Amerika yang tidak termasuk dalam kategori tersebut.

Definisi luas "pelecehan anak," yang membuat setiap orang tua di Amerika bisa menjadi penjahat, membuat masuk akal jika pengamat ingat bahwa ada orang-orang di Amerika saat ini yang ingin menghancurkan keluarga. Cara mereka mencapai tujuannya adalah meyakinkan dunia bahwa keluarga telah menyalahgunakan anak-anak mereka, dan bahwa "pekerja sosial" tidak. Kemudian, ketika pihak berwenang datang untuk membawa anak-anak itu menjauh dari orang tua Amerika, mayoritas warga negara lainnya akan menerima tindakan yang diperlukan oleh kondisi tersebut.

Dan keluarga tradisional, seperti yang dikenal di Amerika selama berabad-abad, tidak akan ada lagi. Dan beberapa pihak akan senang (kaum Komunis dan humanist).

Buku-buku pelajaran mulai mengajarkan bahwa unit keluarga adalah peninggalan dari masa lalu. Arthur W. Calhoun menulis sebuah buku berjudul, A SOCIAL HISTORY OF THE AMERICAN FAMILY (Sejarah Sosial Keluarga Amerika). Ini adalah buku pelajaran pelayanan sosial yang digunakan sebagai wahana untuk mendidik siswa bahwa masyarakat harus memikul tanggung jawab tradisional yang diasumsikan oleh keluarga. Calhoun menulis: "Idenya adalah bahwa relasi yang lebih tinggi dan yang lebih wajib adalah untuk masyarakat, daripada untuk keluarga; keluarga kembali ke zaman kebiadaban sementara negara menjadi bagian dari zaman peradaban. Individu modern adalah warga dunia yang dilayani oleh dunia, dan kepentingan rumah tidak bisa lagi menjadi yang tertinggi.

Tetapi begitu keluarga baru yang hanya terdiri dari orang tua dan anak-anak, masyarakat melihat berapa banyak yang tidak layak untuk menjadi orang tua dan mulai menyadari perlunya kepedulian masyarakat.

Karena sifat kekeluargaan yang lebih luas ... semakin melemah, maka masyarakat harus mengambil peran sebagai orang tua yang lebih besar.

Secara umum, masyarakat semakin menerima tugas sebagai kewajiban untuk menjamin pengasuhan yang sehat bagi anak-anak ... anak semakin sering masuk ke dalam ‘tahanan’ para ahli komunitas (yang disebut guru atau pekerja sosial) yang memenuhi syarat untuk melakukan fungsi yang lebih kompleks daripada orang tua ... dimana orang tua tidak lagi punya waktu atau pengetahuan untuk melakukan tugas pengasuhan terhadap anak-anak mereka." (579)

Unit keluarga di Amerika saat ini semakin membusuk, dan solusi yang terpikirkan adalah bahwa masyarakat harus mempekerjakan "ahli" yang mampu membesarkan anak-anak, bukannya orang tua. Maka secara tiba-tiba, artikel mengenai "pelecehan anak" mulai bermunculan di surat-surat kabar Amerika. Ketika "para ahli" mengatakan bahwa sudah waktunya untuk membawa anak-anak menjauh dari semua orang tua mereka, masyarakat akan menerima keputusan itu karena tampaknya itu adalah solusi yang tepat.

Sebuah organisasi yang dikenal sebagai Friends of Earth memutuskan bahwa solusinya adalah "lisensi" orang tua (ijin untuk menjadi orang tua): "Jika pembatasan kurang ketat pada prokreasi gagal (artinya: program KB gagal), suatu hari nanti mungkin orang melahirkan akan dianggap sebuah kejahatan yang harus dihukum karena dianggap melawan masyarakat, kecuali orang tua memegang lisensi (untuk melahirkan) dari pemerintah.

Atau mungkin semua orang tua potensial (orang tua yang masih subur dan bisa punya anak) akan diharuskan untuk menggunakan bahan kimia kontrasepsi, dan pemerintah akan mengeluarkan obat penawar (agar bisa menghasilkan anak) bagi warga yang dipilih untuk boleh menghasilkan dan melahirkan anak." (580)

Selain keluarga bisa menyebabkan semua bahaya ini kepada anak-anak, orang tua juga menghasilkan terlalu banyak keturunan. Masalah yang dipertentangkan adalah bahwa dunia sudah terlalu padat (menurut mereka). Untungnya, untuk para perencana, orang-orang dari Friends of Earth yang sama, telah menyadari masalah ini dan mereka menawarkan solusi mereka: "... kita harus menetapkan tujuan untuk mengurangi populasi ke tingkat yang dapat dipertahankan oleh sumber daya planet tanpa batas pada standar yang layak. hidup ~ mungkin kurang dari dua miliar." (581)

Ketika seseorang menganggap bahwa dunia telah memiliki sekitar lima miliar orang di dalamnya sekarang, seseorang hanya dapat bertanya-tanya bagaimana Friends of Earth akan menghilangkan yang 3 miliar orang ini? Sejauh ini, solusinya tidak termasuk rencana untuk sekadar meracuni atau menembak miliaran orang, tetapi kita hanya bisa bertanya-tanya apa yang akan ditawarkan Friends of Earth kepada dunia jika orang-orang tidak secara sukarela mau menyelesaikan masalah yang masih berupa dugaan ini.

Organisasi itu tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan dan paksaan untuk menghentikan "ledakan populasi". Mereka melanjutkan: "Pada akhirnya, kebijakan-kebijakan itu mungkin harus menggunakan paksaan yang dilakukan oleh pemerintah-pemerintah untuk mengekang pertambahan jumlah penduduk." (582)

Tidak perlu banyak imajinasi untuk membayangkan besarnya sebuah pemerintahan yang akan memiliki kemampuan untuk mencegah setiap pasangan di dunia agar tidak menghasilkan kehamilan yang tidak diinginkan.

Juga tidak dibutuhkan kecerdasan yang lebih tinggi untuk melihat apa langkah selanjutnya yang harus dilakukan jika semua metode "sukarela" ini gagal. Jika populasi dunia tidak bisa secara sukarela berhenti memproduksi terlalu banyak anak, maka tindakan pemaksaan harus dilakukan.

Tapi, dapat diasumsikan bahwa Friends of the Earth dapat mempercayai bahwa 3 miliar orang itu akan sadar dan maklum ketika pasukan pemerintah datang untuk memusnahkan mereka. Jangan lupa, itu adalah demi kebaikan umat manusia!

Tetapi di masa depan, orang tua yang percaya bahwa dia mampu membesarkan anak-anak akan menjadi penjahat. Sebuah organisasi yang memahami situasi yang akan terjadi di masa depan itu adalah World Future Society, yang menulis demikian: "Penjahat dewasa abad ke dua puluh satu mungkin kurang umum daripada rekan mereka di abad kedua puluh, sebagian karena cara masyarakat memperlakukan anak-anak sejak saat mereka dilahirkan.

Perawatan dari orang tua pada tahun 2000 mungkin berbeda, sejak saat ini, dan lebih baik lagi di masa mendatang, karena pada saat itu gerakan untuk memberikan lisensi atau mengesahkan suatu individu untuk menjadi orang tua atas anak mereka mungkin sudah berjalan."

Dalam banyak kasus, pasangan yang bersertifikasi seperti ini akan diizinkan memiliki anak-anak alami mereka sendiri. Namun dalam beberapa kasus, pemindaian genetik mungkin menemukan bahwa beberapa wanita dan pria dapat menghasilkan bayi "super" tetapi tidak cocok untuk membesarkan mereka.

Pasangan ini akan memiliki lisensi untuk berkembang biak, tetapi mereka akan harus menyerahkan anak-anak mereka kepada orang lain yang memiliki izin untuk membesarkan anak-anak itu.

Pembibitan dan pemeliharaan anak mungkin dianggap terlalu penting untuk dibiarkan lewat begitu saja.

"... ingin memiliki anak-anak sendiri akan memiliki lebih sedikit alasan lingkungan daripada berubah menjadi penjahat, dan pemuliaan anak secara terkontrol akan menghasilkan lebih sedikit alasan biologis untuk berbuat kejahatan." (583) Serangan terhadap keluarga di Amerika telah menempuh beberapa tindakan cerdas dan unik. Para penghancur keluarga telah menggunakan kecerdikan untuk menyamarkan niat awal mereka: mereka tidak ingin orang tua tahu bahwa kehancuran keluarga adalah tujuan mereka. Jadi mereka sengaja menyembunyikan tujuan mereka, dan dengan diam-diam menyulut masalah yang bisa menciptakan tekanan kuat pada keluarga.

Salah satu metode yang digunakan adalah inflasi.

Inflasi hanya didefinisikan oleh kamus sebagai peningkatan jumlah uang beredar, hingga menyebabkan harga barang naik. Itu berarti siapa pun yang mengontrol jumlah uang yang beredar akan bisa mengontrol tingkat harga. Karena itu tingkatkan jumlah uang yang beredar, maka harga akan naik. Turunkan jumlah uang beredar dan harga akan turun (disebut deflasi.) Setelah Inflasi atau deflasi telah didokumentasikan, para ekonom pemerintah menuduh dengan congkak para pelakunya: publik. Mereka tidak pernah mengarahkan perhatian mereka kepada pelaku yang sesungguhnya di Amerika: sistem Federal Reserve (the FED) yang dimiliki dan dikuasai oleh swasta.

Perusahaan perbankan swasta ini memiliki kontrol penuh atas jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu, mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan inflasi atau deflasi setiap kali mereka memilih untuk melakukannya.

Kenaikan tingkat harga tanpa peningkatan pendapatan keluarga, menyebabkan istri dalam unit keluarga yang selama ini telah merawat anaknya sendiri di rumah, memilih untuk menyerahkan pengasuhan anak-anak kepada orang lain agar dia bisa mencari pekerjaan yang menguntungkan, sehingga dia dapat meningkatkan penghasilan keluarga. Orang tua dipaksa untuk menempatkan anak-anak mereka di sekolah yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini memungkinkan para perencana untuk mengajari anak-anak apa yang ingin mereka ajarkan pada usia yang lebih dini. Dan itu menempatkan ibu dalam posisi di mana dia semakin berkurang waktunya untuk bertemu anak-anaknya, dan anak-anak semakin banyak waktunya untuk bertemu orang tua pengganti yang dilatih pemerintah.

Para perencana telah sangat berhasil, karena jumlah ibu yang bekerja terus meningkat.

Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan pada tahun 1987, lebih dari 44 persen wanita bekerja di luar rumah, dibandingkan dengan hanya 32 persen pada tahun 1960. Dari wanita dengan anak-anak di bawah usia satu tahun, hampir 50 persen saat ini bekerja, besaran angka yang dua kali lipat sejak 1970. (584)

Tapi, apa yang terjadi pada anak-anak ketika mereka ditempatkan di pusat penitipan anak? Apakah mereka menjadi lebih baik? Satu kelompok individu yang merasa bahwa mereka bukan dokter di dalam American Academy of Pediatrics yang telah melaporkan bahwa anak-anak yang ditempatkan di pusat-pusat ini rentan terhadap segala macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit. Mereka lebih dari 12 kali lebih mungkin untuk terkena virus flu dan 15 hingga 20 kali lebih mungkin untuk tertular penyakit lain, daripada anak-anak yang berada di bawah perawatan ibu mereka sendiri.

Jadi pusat penitipan anak memiliki dampak negatif pada kesehatan seorang anak yang ditempatkan di sana oleh seorang ibu yang bekerja. Ketika anak jatuh sakit, ibu harus mengambil cuti dari pekerjaannya untuk mengasuh anaknya, atau menempatkan anak itu di tangan persaudaraan medis. Jika sang ibu dibayar per jam, dan hanya dibayar ketika dia bekerja, maka penyakit yang sering terjadi ini akan membebani pendapatan tambahan keluarga. Dan satu-satunya saat ibu melihat anaknya, selain malam hari atau akhir pekan, adalah ketika si anak sakit dan tidak enak badan. Hal ini cenderung tidak mendukung kehangatan relasi dan perasaan ibu-anak.

Tetapi ada masalah lain yang kurang diketahui ketika ibu tidak terlibat langsung dalam perawatan anak. Hingga baru-baru ini, asumsi bahwa pengasuhan oleh ibu adalah jenis pengasuhan anak terbaik yang tidak tertandingi. Buku John Bowlby yang secara luas diakui berjudul, MATERNAL CARE AND MENTAL HEALTH (Perawatan Ibu Dan Kesehatan Mental,) diterbitkan pada tahun 1951, menyimpulkan bahwa perawatan ibu yang "hangat, intim, dan berkesinambungan" atau oleh ibu-pengganti yang permanen, adalah sangat penting bagi "pengembangan karakter dan kesehatan mental." Dia menyebut tidak adanya hubungan ibu-anak ini sebagai “penyakit ketiadaan ibu" dan mengatakan bahwa itu kemungkinan akan menghasilkan "ketidakmampuan anak" dalam menyesuaikan diri.

Ini adalah pandangan konsensus dari sebagian besar psikolog, psikiater, dokter anak, dan masyarakat umum sampai organisasi medis dan profesional menyerah pada tuntutan gerakan feminis pada 1970-an.

Perdebatan yang terus berlanjut tentang "bidaah" ​​Dr. Jay Belsky baru-baru ini adalah kesaksian kekuatan lobi feminis / ‘lobby day care’ di kalangan akademisi dan profesional. Belsky, seorang profesor psikologi anak di Pennsylvania State University, satu dekade lalu dia adalah salah satu suara berpengaruh yang tidak melihat adanya bahaya dalam pengasuhan anak institusional. Sekarang, katanya meyakinkan, penelitian menunjukkan bahwa perawatan non-ibu selama lebih dari 20 jam per minggu untuk anak-anak di bawah satu tahun adalah sebuah "faktor risiko." Perawatan day-care pada usia muda dapat menghalangi relasi orang tua & anak yang aman dan hal ini dapat mengarah pada perilaku memberontak dan agresif, atau perilaku pemalu dan menarik diri di masa prasekolah dan tahun-tahun awal. Pandangan-pandangannya telah menyebabkan dia sangat sedih, karena rekan-rekan dan kaum feminis telah menyangkal keras pendapat dan pandangannya. Mereka telah menolak penelitian, kredensial, dan motif penelitiannya. (585)

Bahkan Dr. Benjamin Spock, yang jelas tidak "konservatif" dalam hal-hal lain, juga menolak dorongan untuk pengasuhan anak secara kelompok, terutama sebelum usia tiga tahun. Dia telah mengambil posisi yang tampaknya tidak sesuai dengan karakternya. Dia telah menulis: "Sangat menegangkan bagi anak-anak itu untuk menghadapi kelompok-kelompoknya, dengan orang-orang asing, dengan orang-orang di luar keluarga mereka." (586)

Dan seorang " liberal bersertifikat Harvard", Profesor Burton White, memperingatkan orang tua: "Kecuali anda memiliki alasan yang sangat bagus, maka saya mendorong anda untuk tidak mendelegasikan tugas pengasuhan utama anak kepada orang lain selama tiga tahun pertama kehidupan anak anda." (587)

Namun perdebatan masih terus berlanjut. Mereka yang ingin menghancurkan keluarga akan terus mendesak para ibu untuk meninggalkan rumah hingga "menjadi kenyang di tempat kerja." Ketika ibu pergi ke tempat kerja untuk "menjadi kenyang," atau untuk meningkatkan pendapatan keluarga, dia menyerahkan pengasuhan anak-anaknya kepada orang lain.

Mereka yang memperingatkan terhadap praktik semacam itu akan terus dicemooh oleh kaum feminis dan orang-orang lain yang memiliki agenda tersembunyi: mereka ingin menghancurkan keluarga.

Tekanan halus lainnya terhadap pernikahan disembunyikan di dalam judul di sebuah koran lokal yang berbunyi: "Undang-undang perpajakan baru untuk meningkatkan 'pajak pernikahan' bagi banyak orang." Artikel itu mendefinisikan istilah "pajak pernikahan" sebagai istilah yang digunakan untuk: "…menjelaskan beban pajak tambahan yang dibayarkan oleh pasangan yang sudah menikah bila dibandingkan dengan pajak yang dibayarkan oleh dua orang tunggal (jomblo) dengan pendapatan total yang sama." (588)

Jadi, orang-orang itu cukup pandai untuk mengetahui bagaimana undang-undang perpajakan bekerja melawan mereka agar memutuskan untuk tidak menikah.

Dan dalam beberapa kasus, kehancuran keluarga tidak luput dari perhatian. Majalah Newsweek pada 12 Januari 1981, memuat artikel oleh Dr. Jonathan Kellerman, seorang psikolog, dan penulis. Dia menulis ini: "Namun, ketika seseorang meneliti peran yang dimainkan pemerintah dalam hubungannya dengan keluarga, jelas bahwa tidak hanya tidak ada dukungan, sebaliknya telah terjadi erosi sistematis terhadap keluarga, yang diabadikan oleh eksekutif, legislatif dan cabang-cabang yudikatif pemerintah.

Kecenderungan dua dasawarsa terakhir ke arah intervensi dan kontrol oleh pemerintah telah membawa pesan yang jelas kepada keluarga: Anda tidak kompeten untuk memutuskan bagaimana menjalani hidup anda – dan kami (pemerintah) tahu lebih baik." (589) Dan beberapa di Amerika telah mendapati bahwa Psikolog itu memang benar. Sebuah artikel di the Arizona Republic melaporkan bahwa "Kehidupan keluarga adalah  dirugikan oleh pemerintah, jajak pendapat mengatakan demikian!" Artikel itu mengutip jajak pendapat George Gallup, yang mengatakan bahwa:"… hampir setengah dari mereka yang menanggapi survei organisasinya pada tahun 1980 tentang keluarga Amerika, percaya bahwa pemerintah federal memiliki pengaruh yang tidak menguntungkan terhadap kehidupan keluarga." (590) Dan pemerintah sekali lagi menggunakan undang-undang perpajakan untuk mendiskriminasi keluarga dengan ibu purna waktu (mengasuh anak sendiri). Aturan pajak ini lebih mendukung keluarga yang ibunya memasuki angkatan kerja, daripada keluarga dengan ibu purna waktu (sepenuhnya mengasuh anak). Orangtua yang tidak mengirim si ibu untuk bekerja (dan meninggalkan anak), harus mensubsidi para ibu yang bekerja.

Kedua, undang-undang pajak sangat membebani terhadap pilihan orang tua dalam pengasuhan anak. Sebagian besar survei menunjukkan bahwa orang tua yang bekerja umumnya lebih suka meninggalkan anak mereka dengan kerabat, tetangga atau teman. Tetapi undang-undang perpajakan saat ini tidak mengakui bentuk-bentuk pengasuhan anak seperti ini sebagai sesuatu yang sah; dengan demikian, orang tua yang memilih untuk menggunakan cara itu tidak menerima kredit pajak penghasilan untuk biaya perawatan anak. Begitu banyak orang tua memilih agar pemerintah membantu mereka dalam biaya pengasuhan anak mereka dengan memberikan kredit pajak dan menyerahkan anak-anak mereka kepada pemerintah untuk membesarkan mereka.

Dan terakhir, undang-undang saat ini atau yang diusulkan mengenai kredit pajak perawatan anak mendiskriminasi banyak fasilitas penitipan anak yang berhubungan dengan gereja. Undang-undang ini melarang pendanaan untuk setiap fasilitas penitipan anak "kecuali semua simbol dan artefak agama ditutupi atau telah dihapus."

Sebuah contoh klasik dari penggunaan kekuatan pemerintah yang tidak terkendali terhadap fasilitas perawatan anak terjadi pada tahun 1984, ketika Negara Bagian Texas berusaha untuk sepenuhnya menutup tiga rumah penitipan anak yang dikelola oleh Pastor Lester Roloff. Dia, seperti Pastor Silevin sebelum dia, menolak untuk mengizinkan negara untuk melisensikan rumahnya untuk mengasuh anak-anak yang secara sukarela ditempatkan di sana oleh orang tua mereka. Negara bagian Texas mengajukan kasus ini ke pengadilan, tetapi pada tahun 1981, seorang hakim distrik negara menolak permintaannya untuk menyita rumah Pastor itu, dan menyimpulkan bahwa prosedur perizinan yang diterapkan pada gereja yang menjalankannya akan melanggar konstitusi Amerika Serikat dan Texas.

Pengadilan Banding federal menguatkan keputusan pengadilan.

Namun, Mahkamah Agung negara menolak anggapan gereja bahwa perizinan (lisensi) akan mengganggu kebebasan beragama.

Hakim Agung tidak keberatan dengan kualitas perawatan yang disediakan oleh rumah-rumah Pastor Roloff; kekhawatirannya adalah fakta sederhana bahwa mereka tidak akan tunduk pada lisensi. Dia mencatat bahwa rumah-rumah itu memiliki "catatan bagus atas pelayanan berkualitas tinggi," dan bahwa mereka dapat "dengan mudah memenuhi persyaratan perizinan, tetapi telah memilih untuk tidak melakukannya."

Jadi negara menginginkan pembatasan tertentu pada pengasuhan yang diberikan kepada anak-anak di rumah-rumah Pastor Roloffs. Beberapa dari alasan pembatasan itu sangat luar biasa, dimana mereka menunjukkan bahwa alasan utama negara kurang setuju dengan fasilitas penitipan anak disitu adalah karena mereka ‘terlalu berhasil.’

Yang pertama dari pembatasan ini adalah (bukan daftar lengkap):

1. "Anda seharusnya tidak boleh mengancam seorang anak untuk membenci kepercayaan tentang adanya Dewa."

Dengan kata lain, anda tidak bisa memberi tahu seorang anak bahwa dia adalah seorang pendosa. Ingat bahwa anak-anak ini telah ditempatkan di rumah-rumah ini karena mereka bermasalah dalam hal pendisiplinan oleh orang tua mereka. Orangtua, yang telah melihat anak-anak mereka terlibat dalam prostitusi, obat-obatan terlarang dan kegiatan kriminal, telah berbalik kepada Pastor untuk meminta bantuan guna mengubah anak mereka. Mereka berpaling kepadanya karena dia adalah seorang Pastor Kristiani, dan karena dia telah menunjukkan keberhasilan dalam ratusan kasus serupa sebelumnya. Orangtua ini mencintai anak-anak mereka dan ingin mereka menghentikan perilaku kriminal dan anti-sosial mereka.

Mereka cukup peduli dengan anak-anak mereka untuk secara sukarela menempatkan anak-anak itu dalam program yang terbukti berhasil. Hanya sebagian kecil dari anak-anak ini yang ditempatkan di rumah-rumah ini oleh sistem pengadilan pemerintah.

Salah satu alasan mengapa Pastor berhasil adalah karena dia mengubah anak-anak itu menjadi taat beragama. Tetapi negara mengatakan kepadanya bahwa dia tidak bisa menggunakannya sebagai metode untuk mengoreksi dan mendidik anak.

Pembatasan kedua adalah:

2. "Lembaga akan menilai bahwa setiap anak diberikan pakaian pribadi yang sesuai dengan usia dan ukuran anak. Hal itu akan sebanding dengan pakaian anak-anak lain di masyarakat."

Pastor dan stafnya merasa bahwa banyak pakaian yang dikenakan anak-anak terlalu sugestif dan tidak pantas. Jadi mereka berusaha memberi anak-anak dengan pakaian sederhana yang kurang merangsang dan provokatif. Mereka merasa bahwa pembatasan ini akan menempatkan anak-anak kembali ke pakaian yang dalam banyak kasus menyebabkan mereka mengalami masalah sebelum kedatangan mereka di rumah-rumah Roloff.

Pembatasan ketiga adalah:

3. "Anak-anak harus didorong untuk menjalin persahabatan dengan orang-orang di luar lembaga."

Akan adil untuk mengamati bahwa pertemanan seperti itu sering kali membawa anak-anak kembali  ke rumah mereka.

Pembatasan keempat adalah:

4. "Pendapat dan rekomendasi bagi anak-anak dalam perawatan harus dipertimbangkan dalam pengembangan dan evaluasi program dan kegiatan. Prosedur untuk ini haruslah didokumentasikan."

Membiarkan narapidana menjalankan dan mengurusi rumah penjara mereka sendiri kedengarannya seperti ide yang sangat baik sampai tahanan menyarankan bahwa jeruji tahanan harus dibongkar. Banyak dari anak-anak ini telah menimbulkan masalah disiplin, terutama karena mereka telah memutuskan bahwa mereka dapat menjalankan kehidupan mereka sendiri dengan sebaik-baiknya. Ketika tekad ini gagal, orang tua menempatkan mereka di rumah Pastor Roloff sehingga mereka akan belajar beberapa disiplin khusus. Tetapi negara ingin mereka belajar cara menjalankan kehidupan mereka sendiri lagi.

Tujuan dari semua tekanan luar biasa ini kepada rumah-rumah Roloff tampaknya adalah keinginan negara untuk melemahkan kemampuan rumah-rumah Roloff agar tidak berhasil dengan anak-anak yang bermasalah ini. Tujuan kedua tampaknya adalah keinginan untuk melemahkan keluarga, dan mendorong negara untuk merancang metode yang akan menghapus kontrol anak-anak dari orang tua dan menyerahkannya kepada negara.

Mungkin model peran yang ingin ditiru oleh para penghancur keluarga adalah Uni Soviet, di mana tekanan besar secara sengaja ditimpakan kepada keluarga Rusia.

Majalah Parade memuat artikel tentang keluarga Amerika yang telah kembali ke Rusia pada tahun 1987 setelah tinggal di sana pada akhir tahun 1960-an. Si istri telah menulis sebuah buku tentang kehidupan modern di negara itu, dan ini adalah sebagian dari hasil pengamatannya.

"... rata-rata wanita muda yang menikah di Uni Soviet ... adalah tawanan dari kebiasaan dan doktrin pemerintah Soviet, yang menuntut seorang istri, tanpa bantuan suaminya, untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat, kasar, dan keras - laundry, membersihkan rumah, memasak, pergi kesana kemari, belanja, mengasuh anak.

- semua ini dilakukan selain tetap melaksanakan pekerjaannya sendiri di luar rumah selama delapan jam sehari." (591) Di Rusia, bekerja adalah kewajiban setiap warganya. Kewajiban itu telah ditulis di dalam Konstitusi mereka.

Pasal 12 berbunyi sebagai berikut: "Bekerja di Uni Soviet adalah sebuah kewajiban dan masalah kehormatan bagi setiap warga negara yang berbadan sehat, sesuai dengan prinsip: 'Dia yang tidak bekerja, jangan makan.'

Prinsip yang diterapkan di Uni Soviet adalah sosialisme: 'Dari masing-masing orang sesuai dengan kemampuannya, untuk masing-masing orang menurut pekerjaannya.' "

Hal berikut ini akan muncul dari pemeriksaan sepintas dari kalimat-kalimat yang berlaku di Rusia hanya untuk pria. Paragraf pertama mengacu pada lapangan pekerjaan yang menjadi tugas laki-laki: "DIA (laki-laki) yang tidak bekerja ...," dan yang kedua mengatakan: "... menurut kemampuanNYA (laki-laki)." Namun, paragraf pertama mengatakan bahwa "Bekerja adalah kewajiban ... untuk setiap warga negara yang berbadan sehat." Perempuan adalah "warga yang mampu bertubuh sehat" sama seperti laki-laki. Oleh karena itu, Konstitusi memperjelas bahwa persyaratan kerja seperti ini adalah untuk kedua jenis kelamin. Perempuan harus bekerja keras untuk ekonomi Rusia sama seperti kaum laki-laki.

Ini berarti bahwa wanita yang sudah menikah wajib bekerja sama seperti wanita lajang. Kenyataan bahwa wanita yang sudah menikah harus bekerja untuk negara jelas dia harus meninggalkan anak-anak secara bebas untuk dibesarkan oleh pemerintah. Dan itulah hasil yang diinginkan dari ketentuan itu dalam Konstitusi.

Dan fakta bahwa wanita yang sudah menikah harus bekerja untuk masyarakat berarti bahwa dia memiliki lebih sedikit waktu untuk bersama-sama dengan keluarganya.

Artikel itu berlanjut dengan beberapa rintangan yang ditimbulkan oleh ekonomi Rusia kepada para istri selama hari-hari biasa: "... wanita Soviet ... bangun pagi-pagi, tidak sampai lewat jam 6, menyiapkan sarapan untuk keluarga, menyiapkan anak-anak pergi ke sekolah, pergi ke pekerjaannya sendiri. Selama makan siang, harus dilakukan dengan cepat dan menunggu. Bukannya menikmati istirahatnya, tetapi dia membiarkan makanannya dicerna dan segera balapan ke toko terdekat, di mana dia (antre) menunggu dan (antre) menunggu dan (antre) menunggu untuk membeli apa pun yang diperlukan keluarganya.

Hampir selalu saja terjadi kekurangan daging, buah, sayuran, sabun, dan produk berkualitas apa pun."

Sistem ekonomi Soviet, yang disebut Komunisme, telah terbukti gagal dalam 6000 tahun pengalamannya. Sistem Komunis menghancurkan insentif dalam berproduksi dan penduduk menderita karena kekurangan barang-barang konsumsi. Jika tidak ada Komunis, maka mereka akan cukup berani untuk mengakui bahwa itu adalah sistem yang telah gagal. Namun penjelasan yang dibuat-buat selalu ditawarkan untuk menjelaskan kekurangan itu.

Tidak ada makanan karena "kekeringan" hingga mengurangi hasil pertanian.

"Prioritas belanja bagi peralatan militer" telah menggantikan kuota produksi untuk barang-barang konsumsi.

Bisa dibayangkan bahwa mereka yang berkuasa ingin keluarga yang menikah menderita tekanan ini, sehingga hanya sedikit orang yang menikah akan hidup bahagia. Seluruh sistem sengaja dirancang untuk gagal, dan tidak ada yang berani memperbaikinya.

Jelas bahwa tekanan pada keluarga adalah produk yang diinginkan dari Komunisme.

Artikel itu mengkonfirmasikan hal ini dengan komentar: "Tidak heran banyak orang Soviet suka minum, suka bersungut-sungut dan menuduh istri mereka frigid dan tidak peduli. Tidak heran Uni Soviet begitu marak dengan perceraian."

Wanita yang sudah menikah di Rusia jelas terlalu lelah untuk merawat suaminya, dan hasilnya dapat diprediksi: tingkat perceraian meningkat.

Dan tidak ada yang berani menyalahkan mereka yang dengan sengaja menciptakan sistem ekonomi yang pasti akan memberi tekanan berat pada keluarga. Para perencana Komunis telah menyaksikan hasil yang mereka inginkan: pernikahan telah menjadi hubungan yang paling tidak diinginkan di Rusia.

Mungkin seluruh skenario ditempatkan ke dalam perspektif di pihak ‘ahli pemerintah’ oleh B.
F. Skinner, ketua Departemen Psikologi Harvard, yang menulis ini tentang bukunya yang berjudul, BEYOND FREEDOM AND DIGNITY: "Buku saya adalah upaya untuk menunjukkan bagaimana keadaan menjadi buruk ketika anda berusaha membuat jimat dari kebebasan dan martabat individu.

Jika anda bersikeras bahwa hak individu adalah 'summum bonum,' (yang berarti kebaikan tertinggi,) maka seluruh struktur masyarakat akan jatuh." (592)

Jadi, mereka yang ingin menghancurkan keluarga dan menginginkan dunia untuk menyerahkan masyarakat kepada mereka. Dan mereka yang menjalankan masyarakat terus berusaha untuk menghancurkannya.

Strategi seperti ini bukanlah hal baru. Sebenarnya, ini telah menjadi strategi konspirasi selama berabad-abad ini. Mereka menyulut masalah. Kemudian mereka memecahkan masalah yang sama dengan lebih banyak keterlibatan pemerintah.

Dan orang-orang yakin bahwa solusi mereka memang diinginkan oleh masyarakat secara umum, karena itulah satu-satunya solusi yang ditawarkan.

Dan hasil akhirnya adalah lebih sedikit kebebasan bagi rakyat. Dan hal itu terjadi hampir setiap saat.




No comments:

Post a Comment