Sunday, July 31, 2016

Vol 2 - Bab 1 : Rasa Takut dan Percaya







Bagian Kedua

Api Penyucian

Misteri Kerahiman Allah






















Volume 2 : Misteri Kerahiman Allah
 

Bab 1

Rasa Takut dan Percaya
Kerahiman Tuhan
St.Lidwina dan imam
Claude de la Colombiere Venerabilis

Kita telah menyimak kerasnya Pengadilan Ilahi di dunia sana. Hal ini amatlah mengerikan, dan tidak mungkin bisa dibayangkan tanpa merasa gemetar karenanya.
Api itu, yang dinyalakan oleh Pengadilan Ilahi, menimbulkan rasa sakit yang tajam menusuk, dibandingkan dengan semua silih dari para kudus. Maka jika saja seluruh penderitaan para martir dijadikan satu, hal itu masih belum berarti apa-apa. Siapakah yang bisa mengira bahwa dia akan tahan melihatnya, dan tidak menjadi gemetar ketakutan ?.
Rasa takut ini sangat bermanfaat dan sejalan dengan semangat Yesus Kristus. Guru Ilahi kita ingin agar kita merasa takut dan agar kita bukan hanya takut kepada neraka, tetapi juga kepada Api Penyucian, yang merupakan bentuk ringan dari neraka. Hal itu bisa mengilhami kita dengan rasa takut yang suci, dimana Dia menunjukkan kepada kita lembah-lembah dari Penghakiman Yang Utama itu, dimana kita tak akan bisa lepas dari situ hingga kita sudah membayar lunas semua hutang-hutang kita sampai satu sen yang terakhir (Mat. 5:26). Kita bisa mengatakan bahwa api dari Api Penyucian itu seperti halnya api dari neraka : “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh didalam neraka”. (Mat 10:28). Namun itu bukanlah niat dari Tuhan kita agar kita memiliki rasa takut yang berlebihan dan tidak menghasilkan apa-apa, sebuah rasa takut yang menyiksa dan melumpuhkan semangat, sebuah rasa takut yang suram tanpa kepercayaan. Tidak demikian. Tuhan berharap agar rasa takut kita itu menjadi ketenangan oleh karena kepercayaan yang besar kepada kerahimanNya. Dia ingin agar kita takut kepada setan sehingga kita berusaha mencegah dan menghindarinya. Dia ingin agar pikiran kita akan nyala api pembalasan itu bisa mendorong kita untuk bersemangat melayani Dia dan membuat kita menebus segala kesalahan kita di dunia ini, bukan di dunia sana. “Lebih baik kita memurnikan dosa-dosa kita dan menghentikan kejahatan kita sekarang”, kata penulis buku ‘Imitation’, “dari pada menyimpannya untuk kemudian dimurnikan sesudahnya”. Lebih lagi jika usaha kita untuk hidup baik dan memuaskan dosa-dosa kita di dunia ini, maka kita memiliki fondasi yang kuat bagi rasa takut yang harus dimana kita harus menjalani sebuah Api Penyucian. Jika demikian maka kita harus melihat kedepan kepada ketidak-pastian itu dengan kepercayaan yang tidak terbatas kepada Tuhan, yang tak pernah berhenti menghibur orang-orang yang dimurnikanNya dengan penderitaan.
Kini untuk memberikan kepada rasa takut kita dengan sifat yang praktis ini, kepercayaan ini, maka setelah kita merenungkan Api Penyucian beserta segala rasa sakitnya yang amat mengerikan itu, maka kita haruslah memandangnya dari aspek yang lain dan dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari segi Kerahiman Tuhan, yang juga bersinar tidak kurang terangnya dibandingkan dengan PengadilanNya.
Jika Tuhan mempersiapkan pemurnian-pemurnian yang amat mengerikan di dunia sana bagi kesalahan yang kecil sekalipun, maka pada saat yang sama Dia tidaklah memperlakukan hal itu tanpa menyelimutinya dengan kemurahan hatiNya. Tak ada yang lebih baik lagi dari pada keharmonisan yang sangat terpuji dari Kesempurnaan Ilahi dari pada tempat Api Penyucian itu. Karena Pengadilan yang paling kejam dilaksanakan disana bersama-sama dengan Kerahiman yang tak dapat diucapkan besarnya. Jika Tuhan kita memurnikan jiwa-jiwa yang disayangiNya, hal itu dilakukan didalam kasihNya, sesuai dengan Sabda :”Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah”(Why. 3:19). Dengan satu tangan Dia memukul, dan dengan tangan lainnya Dia menyembuhkan. Dia menawarkan kerahiman dan penebusan secara berkelimpahan. Quoniam apud Dominum misericordia, et copiosa apud eum redemptio (Mzm. 129).
Kerahiman yang tak terbatas dari Bapa Surgawi kita ini haruslah menjadi fondasi yang kokoh dari kepercayaan kita, dan sesuai dengan contoh dari para kudus, kita harus menjaganya tetap berada didepan mata kita. Para kudus tak pernah melupakan kepercayaan itu. Dan karena alasan inilah maka rasa takut akan Api Penyucian tak pernah meluputkan mereka dari rasa damai dan bahagia dari Roh Kudus.
St.Lidwina yang sangat memahami penderitaan yang amat mengerikan di Api Penyucian, didorong oleh semangat kepercayaan itu, dia berusaha mengilhami orang-orang lainnya dengan semangat yang sama. Suatu saat dia menerima kunjungan dari seorang imam yang suci. Sementara imam itu duduk di tepi tempat tidurnya, bersama-sama dengan orang-orang bijak lainnya, pembicaraan mereka beralih kepada penderitaan didalam Api Penyucian. Demi melihat ada sebuah vas bunga di tangan seorang wanita yang penuh berisi biji sesawi, imam itu mengatakan bahwa dia merasa gemetar jika memikirkan api dari Api Penyucian. “Namun”, imam itu menambahkan, “aku sudah merasa puas untuk pergi kesana selama beberapa tahun sebanyak biji sesawi didalam vas bunga itu. Paling tidak, aku sudah mendapatkan kepastian akan keselamatanku”. “Apa yang anda katakan, Pastor ?”, tanya St.Lidwina. “Mengapa anda begitu kurang percaya akan kerahiman Allah ? Ah ! jika saja anda tahu lebih banyak mengenai Api Penyucian, betapa sangat mengerikan sekali siksaan-siksaan yang ada disana !”. “Biarlah Api Penyucian seperti apa adanya, tetapi aku tetap bertahan dengan apa yang telah kukatakan tadi”, demikian kata Pastor itu.
Beberapa saat kemudian imam itu meninggal, dan orang-orang yang sama yang telah hadir selama perbincangan dengan St.Lidwina itu, menanyakan kepada orang kudus itu tentang keadaan dari imam itu disebelah sana. St.Lidwina menjawab :”Imam yang meninggal itu dalam keadaan baik, karena kehidupannya yang suci. Namun adalah lebih baik baginya jika dia memiliki kepercayaan yang lebih besar lagi kepada Penderitaan Yesus Kristus, dan jika saja dia bersikap lebih lunak mengenai Api Penyucian”.
Tidak adanya kepercayaan iman inilah yang disesalkan oleh St.Lidwina. Menurut pendapat imam yang baik itu, bahwa hampir tidak mungkin dia diselamatkan, dan bahwa kita akan memasuki Surga hanya sesudah menjalani siksaan yang bertahun-tahun lamanya didalam Api Penyucian. Ide seperti ini adalah menyesatkan, dan bertentangan dengan kepercayaan Kristiani. Juru Selamat kita datang untuk membawa damai kepada orang yang berkehendak baik, dan memberikan kepada kita, sebagai syarat keselamatan kita, sebuah kuk yang amat manis dan beban yang ringan. Karena itu jagalah agar keinginan anda tetap baik, maka anda akan menemukan damai, anda akan melihat semua kesulitan dan rasa takut menghilang. Kehendak atau keinginan yang baik ! Itulah segalanya ! milikilah keinginan yang baik, tunduklah kepada Kehendak Allah, tempatkanlah HukumNya yang suci diatas segalanya, layanilah Allah dengan segenap hatimu, maka Dia akan memberimu pertolongan yang kuat agar kamu bisa memasuki Surga dengan segala kemudahan yang amat mengagumkan. Aku tak pernah bisa percaya, anda akan berkata seperti ini, bahwa begitu mudahnya untuk memasuki Surga itu ! Sekali lagi aku mengulangi, agar kerahiman Tuhan yang amat menakjubkan ini bisa bekerja atas diri kita, Tuhan meminta kita untuk memiliki hati yang tegar, berupa sikap, keinginan atau kehendak yang baik.
Keinginan yang baik terdiri atas sikap menyerahkan diri dan menyesuaikan keinginan kita dengan keinginan Allah, yang merupakan aturan pokok dari segala keinginan yang baik. Keinginan dan kemauan yang baik ini mencapai kesempurnaannya yang tertinggi jika kita memeluk Kehendak Ilahi sebagai kebaikan yang berkuasa, meskipun ia menuntut kurban-kurban yang terbesar, penderitaan yang paling keras sekalipun. Oh, sebuah keadaan yang amat terpuji ! Jiwa yang seperti itu nampak kehilangan sensasi akan rasa sakit, dan hal ini terjadi karena jiwa itu digerakkan oleh semangat kasih ! Dan seperti yang dikatakan oleh St. Augustine, jika kita mengasihi, maka kita tidak menderita, atau jika kita menderita, kita akan mengasihi penderitaan itu. Aut si laboratur, labor ipse amatur.
Claude de la Colombiere Venerabilis, dari the Society of Jesus, memiliki hati yang mengasihi ini, keinginan yang sempurna ini, dan didalam bukunya Retrait Spirituelle, dia menyatakan isi pikirannya :”Kita tak boleh berhenti melakukan silih atas kesalahan-kesalahan masa lalu dari kehidupan kita dengan melalui penebusan dosa. Namun hendaknya hal itu dilakukan tanpa rasa cemas, karena hal yang terburuk yang bisa mengenai kita, jika keinginan kita baik dan kita tunduk dan patuh, hal itu diberikan untuk menggantikan masa tinggal kita yang lama didalam Api Penyucian, dan kita bisa berkata dengan alasan yang benar bahwa ini adalah sebuah kejahatan yang besar. Aku tidak takut akan Api Penyucian. Tentang neraka aku tidak mau berbicara. Karena aku akan menyangkal kerahiman Allah jika aku memiliki rasa takut, sedikitpun juga, akan neraka, meskipun aku lebih berhak mendapatkan tempat itu dari pada semua iblis bersama-sama. Api Penyucian aku tidak takut. Aku berharap aku tidak mendapatkannya, karena aku tak bisa melakukan hal itu tanpa mengecewakan Allah. Namun karena aku memang layak untuk masuk kesana, maka dengan senang hati aku akan pergi kesana dan memuaskan PengadilanNya, dengan cara yang paling keras sekalipun yang bisa dibayangkan, bahkan hingga saat hari Penghakiman terakhir nanti. Aku tahu bahwa siksaan-siksaan yang ada disana sangatlah mengerikan, namun aku sadar bahwa semua itu untuk menghormati Allah dan bukan merupakan perlukaan terhadap jiwa. Bahwa disana kita sudah pasti tak pernah menentang kehendak Allah. Bahwa kita tak pernah menyesali kerasnya hukumanNya itu. Bahwa kita akan mengasihi kerasnya pengadilanNya dan menunggu dengan sabar hingga hukuman itu terlunasi sepenuhnya. Karena itu aku memberikan dengan segenap hatiku segala kepuasan hatiku kepada jiwa-jiwa di Api Penyucian dan mewariskan kepada orang-orang lain segala doa permohonan yang diarahkan bagiku setelah kematianku nanti, agar Tuhan dimuliakan di Surga oleh jiwa-jiwa yang berhak untuk diangkat lebih tinggi didalam kemuliaan, lebih dari pada diriku ini”.
Lihatlah kepada kelimpahan kemurahan hati, kasih kepada Allah dan kepada tetangga yang bisa membawa kita kepada kemuliaan ketika hal itu telah menjadi milik hati kita. Ia bisa merubah wujud penderitaan dengan cara sedemikian sehingga seluruh kepahitan yang ada didalamnya menjadi madu. “Jika kamu telah sampai begitu jauh, sehingga kesulitan terasa manis bagimu, dan kamu akan memeluknya demi kasih kepada Kristus, maka renungkanlah bahwa dirimu sudah benar karena kamu telah menemukan sebuah Surga di dunia ini”. (Imitation 2:12). Karena itu marilah kita memiliki kasih yang besar kepada Tuhan, memiliki kemurahan hati, maka kita tidak akan takut kepada Api Penyucian. Roh Kudus bersaksi di kedalaman hati kita bahwa menjadi anak-anak Allah kita tak perlu takut akan pemurnian-pemurnian dari Bapa.

No comments:

Post a Comment