Tuesday, May 3, 2016

Kiriman dari bu Lucy : Amoris Laetitia – Beberapa Ulasan, Komentar dan Tanggapan





Amoris Laetitia – Beberapa Ulasan, Komentar dan Tanggapan

Dear All,

Sejak dirilisnya pada tanggal 8 April 2016,  Amoris Laetitia – Seruan/Anjuran Apostolik Paus Fransiskus berdasarkan Sinode 2014-2015 – telah mengundang banyak kritikan, protes dan komentar dari sejumlah jurnalis dan media Katolik.

Dokumen yang tebalnya lebih dari dua ratus halaman itu memuat banyak bagian-bagian yang baik dan mencerminkan kesetiaan kepada ajaran Katolik, namun demikian, itu semua tidak dapat menutupi bagian-bagian yang melemahkan ajaran dan praktek Gereja Katolik, yang kemudian menjadi topik hangat dalam ulasan dan pembahasan di media-media dan blog-blog Katolik.

Bagian yang paling disorot dan mengundang banyak kritikan dan protes adalah “celah” yang dibuka oleh Paus Fransiskus untuk memberikan 'Sakramen' kepada umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi [secara sipil], termasuk Sakramen Rekonsiliasi dan Komuni Kudus.

Voice of Family (VOF)

Dalam ulasannya berjudul Catholics Cannot Accept Elements of Apostolic Exhortation that Threaten Faith and Family, VOF antara lain menulis bahwa, Amoris Laetitia (AL) oleh Paus Fransiskus menandai kesimpulan dari proses sinode yang telah didominasi oleh upaya-upaya untuk melemahkan ajaran Katolik, yang berkaitan dengan kehidupan manusia, perkawinan dan keluarga (perkawinan tak terceraikan, kontrasepsi, metode-metode reproduksi buatan, homoseksualitas, 'ideologi gender' dan hak-hak orang tua dan anak-anak).

VOF mengulas beberapa bagian AL yang dirasa berpotensi melemahkan ajaran Katolik, antara lain:

Pemberian ijin bagi umat yang "bercerai dan menikah lagi" untuk menerima Komuni Kudus

Bab 8 (paragraf 291-312) mengusulkan sejumlah pendekatan yang menyiapkan jalan bagi pasangan Katolik yang "bercerai dan menikah lagi" untuk menerima Komuni Kudus tanpa pertobatan sejati dan perubahan hidup.

Juga ditemukan adanya beberapa bagian yang mengutip dokumen-dokumen Gereja sebelumnya secara tidak benar, yang hanya mengutip bagian-bagian tertentu saja, sehingga mengaburkan makna yang sebenarnya. Salah satunya adalah Paragraph 298, dimana terdapat kutipan dari pernyataan Paus St. Yohanes Paulus II di dalam dokumen "Familiaris Consortio”, yang menyebutkan bahwa, terdapat situasi, di mana untuk alasan yang serius, seperti pendidikan anak-anak, maka pria dan wanita tidak dapat memenuhi kewajiban untuk berpisah.

Namun di AL, paruh kedua dari kalimat Paus St. Yohanes Paulus II itu dihilangkan, yaitu yang menyatakan bahwa, pasangan tersebut "mengambil bagi diri mereka sendiri, kewajiban untuk hidup dalam pantang sepenuhnya, yaitu berpantang dari tindakan layaknya pasangan yang menikah." (Familiaris Consortio, No. 84).

Uraian VOF selengkapnya tentang bagian ini bisa dibaca di voiceofthefamily.

Hak orang tua dan pendidikan seks

Amoris Laetitia juga memuat bagian yang berjudul "Kebutuhan akan Pendidikan Seks” (paragraf 280-286). Bagian ini mencakup lebih dari lima halaman namun tidak memuat satu pun referensi bagi orang tua, dan sebaliknya, ada referensi untuk "lembaga pendidikan". Tetapi pendidikan seks adalah "hak dasar dan kewajiban orang tua" yang harus selalu diterapkan di bawah bimbingan orang tua sepenuhnya, baik di rumah maupun di pusat-pusat pendidikan yang dipilih dan diatur oleh mereka. (Paus St. Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio, No. 37).

Penghilangan ajaran ini benar-benar melemahkan orang tua di saat mana hak orang tua sehubungan dengan pendidikan seks [anaknya] sedang diserang secara serius dan berkelanjutan di banyak negara di dunia, juga di lembaga-lembaga internasional.

VOF juga mengulas tentang Perkawinan Homoseksual, Ideologi Gender, Serangan terhadap kehidupan manusia yang tak berdosa, dan Kontrasepsi. Silahkan menuju ke link voiceofthefamily untuk membaca uraian selengkapnya.

Pandangan Kardinal Brandmüller


Pada hari Sabtu, 9 April 2016, Kardinal Brandmüller secara eksplisit mengomentari AL dan memperingatkan adanya pelemahan terhadap ajaran Gereja Katolik. Kardinal berbicara kepada tabloid Jerman, Die Bild, sebagaimana dilansir oleh situs Uskup Jerman, katholisch.de.

Banyak dari laporan yang dikutip nampaknya identik dengan pernyataan yang telah dipublikasikan oleh Kardinal Brandmüller dua hari sebelum AL dirilis, maka adalah penting bahwa sekarang ini, dengan tegas Kardinal mengulangi kembali beberapa pernyataan ini, untuk disebarkan secara luas melalui surat kabar di Jerman, setelah dokumen resmi AL dirilis di Roma.

Menurut katholisch.de, kardinal memperingatkan 'pelunakan' ajaran Gereja melalui "kesalahan tafsir” atas dokumen itu [AL]. Ini bisa merusak “kredibilitas pernyataan Gereja". Siapa saja yang hidup "dalam pernikahan kedua yang tidak sah," kata kardinal 87 tahun itu, tidak mungkin, bagaimanapun juga, "dengan bantuan taktik salami," kemudian bisa menerima sakramen-sakramen.

Kardinal Brandmüller menggambarkan upaya untuk mengakui adanya pengecualian dalam kasus-kasus individu sebagai "jalan buntu", dan selanjutnya ia mengatakan: "Apa yang pada dasarnya tidak mungkin karena alasan-alasan Iman, juga tidak mungkin dalam kasus individu."

(Pada saat konferensi pers tentang AL di Vatican, Kardinal Christoph Schönborn, Uskup Agung Wina, Austria, mengatakan bahwa paus memang menginginkan penerapan dengan "prinsip kasus individu" atau "pendekatan kasus per kasus".)

Kemudian Kardinal Jerman itu [Brandmüller] juga mengingatkan kita bahwa:

Adalah ajaran Gereja Katolik (Dogma) bahwa pernikahan yang disempurnakan dan diikat secara sah tidak dapat dibatalkan oleh kuasa apapun di dunia – juga tidak oleh Gereja. Yesus berkata: "Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak dapat dipisahkan oleh manusia."

[Catatan: Kardinal Brandmüller adalah satu dari 5 kardinal yang menulis buku “Remaining in the Truth of Christ” (April 2015) yang isinya mengkritik proposal Kardinal Kasper, yang membuka jalan bagi pemberian Komuni Kudus kepada mereka yang hidup dalam ikatan seksual yang tidak sah.  Dalam wawancaranya dengan LifesiteNews pada Maret 2015, Kardinal Brandmüller menyatakan bahwa “Memberi dukungan untuk  mengubah ajaran Katolik tentang pernikahan adalah 'bida’ah' – meskipun mereka itu adalah para uskup”.]

Catatan Kaki (351) yang Kontroversial

LifeSiteNews, dalam tulisannya berjudul "Pope Francis opens door to Communion for ‘remarried’ Catholics in landmark exhortation", menulis: “meskipun uraian dalam AL Bab 8 meninggalkan makna yang kurang lebih ambigu, namun hal itu kemudian diperjelas oleh Catatan Kaki untuk ayat (351), di mana dinyatakan bahwa, "integrasi" dapat, "dalam kasus-kasus tertentu," meliputi akses ke sakramen, termasuk Ekaristi.

Pada Catatan Kaki (351) Paus juga menulis: “Saya juga akan menunjukkan bahwa Ekaristi bukanlah hadiah bagi [orang] yang sempurna, melainkan makanan dan obat yang manjur bagi yang lemah.”

Edward N. Peters, seorang doktor di bidang Kanon dan Hukum, menanggapi isi Catatan kaki tersebut. Dia menulis antara lain:

“pernyataan Paus tentang Ekaristi sebagai 'obat yang manjur’ adalah benar, namun ada bagian yang hilang [dari pernyataan itu].

Buah-buah “kemurahan” dari Ekaristi, khususnya dalam hal pengampunan dosa dan pencegahan dari [perbuatan] dosa, tercantum dalam Katekismus Gereja Katolik 1393-1395, 1436, dan 1846. Bagian-bagian ini cukup mendukung ungkapan Paus di catatan kaki (351) itu. Tapi yang hilang dari komentar paus di sini adalah pengakuan bahwa, seperti halnya sebuah "obat yang manjur",  menyambut Ekaristi secara tidak pantas dapat membahayakan, bahkan mematikan rohani si penerima.”

Katekismus 1385 menyatakan: “Kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang begitu agung dan kudus.  Santo Paulus mengajak supaya mengadakan pemeriksaan batin: “barang siapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barang siapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1 Kor 11: 27-29). Siapa yang sadar akan sebuah dosa besar, harus menerima Sakramen Pengakuan sebelum dia menerima komuni.”

Katekismus juga tidak meninggalkan keraguan bahwa bahaya spiritual ini berlaku dalam kasus pernikahan kembali secara sipil pasca-perceraian (yang kemudian dinyatakan sebagai "berada dalam perzinahan yang tetap dan publik" di Katekismus 2384).

Katekismus 1650 menyatakan: “Dalam banyak negara, dewasa ini banyak orang Katolik yang meminta perceraian menurut hukum sipil dan mengadakan Perkawinan baru secara sipil. Gereja merasa diri terikat kepada perkataan Yesus Kristus: “Barang siapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zina” (Markus 10:11-12). Karena itu, Gereja memegang teguh bahwa ia tidak dapat mengakui sah ikatan yang baru, kalau Perkawinan pertama itu sah. Kalau mereka yang bercerai itu kawin lagi secara sipil, mereka berada dalam satu situasi yang secara obyektif bertentangan dengan hukum Allah. Karena itu, mereka tidak boleh menerima komuni selama situasi ini masih berlanjut. Dengan alasan yang sama mereka juga tidak boleh melaksanakan tugas-tugas tertentu  dalam Gereja. Pemulihan melalui Sakramen Pengakuan hanya dapat diberikan kepada mereka yang menyesal, bahwa mereka telah mencemari tanda perjanjian dan kesetiaan kepada Kristus, dan mewajibkan diri supaya hidup dalam pantang yang benar.”

Singkatnya, apa yang perlu dipermasalahkan di sini bukanlah perihal Paus menyamakan Ekaristi dengan "obat yang mujarab", melainkan, pengabaian dalam menyebutkan peringatan terhadap konsumsi yang tidak tepat, yang seharusnya tercantum pada label. Demikian antara lain ulasan Edward N. Peters.

Paus: “Saya tidak ingat tentang catatan kaki yang kontroversial itu.“

Dalam konferensi pers saat penerbangannya kembali dari pulau Lesbos, Paus Fransiskus mengatakan kepada wartawan yang bertanya tentang catatan kaki itu, bahwa ia bahkan tak ingat tentang itu, dan menyesalkan mengapa begitu banyak perhatian ditujukan pada catatan kaki tersebut di media – dan memang, seluruhnya adalah isu Komuni bagi yang bercerai dan menikah lagi. Sebaliknya, kata Paus, media seharusnya fokus pada "krisis" saat ini, yang terjadi di dalam keluarga.

Namun sesungguhnya, media bukanlah satu-satunya yang fokus pada pentingnya catatan kaki (351) ini. Dalam presentasinya di Vatikan pada hari AL dirilis, Kardinal Schönborn sendiri meminta perhatian atas catatan kaki tersebut. Berbicara mengenai perlakuan paus terhadap mereka yang dalam "ikatan di luar ketentuan", kardinal menyatakan: "Dalam pengertian 'melalui kemurahan hati’ ini (AL 306), Paus menegaskan, secara rendah hati dan sederhana, dalam sebuah catatan (351), bahwa bantuan sakramen-sakramen dapat juga diberikan 'dalam kasus-kasus tertentu'. Tapi untuk tujuan ini paus tidak menawarkan kepada kita studi kasus atau resep."

Pernyataan Paus pada konferensi pers dalam penerbangan kembali dari Yunani 

LifeSiteNews :  Pada penerbangan kembali dari Yunani, Paus Fransiskus ditanya, apakah Anjuran Apostolik itu berisi "perubahan dalam disiplin yang mengatur akses ke sakramen" bagi umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi?

Paus menjawab, "Bisa saya katakan, ‘Ya’, titik."  Sebagai tambahan, karena jawaban ini dirasa "terlalu singkat", kemudian Paus mendesak untuk membaca presentasi Kardinal Schönborn, dan menyebut Schönborn sebagai seorang teolog besar yang mengerti doktrin Gereja.  "Dalam presentasi itu, Anda akan menemukan jawaban atas pertanyaan Anda itu," demikian Paus menyimpulkan.

Presentasi Schönborn meringkas Anjuran Paus Fransiskus yang lebih dari 60.000 kata menjadi 3.000 kata, namun demikian, ringkasan yang singkat itu dipastikan memuat 'catatan kaki' yang dipandang sebagai pembuka pintu menuju Komuni Kudus bagi umat Katolik yang hidup dalam pernikahan kedua, dimana pernikahan pertamanya tidak bisa dibatalkan. Posisi tersebut bertentangan dengan “Familiaris Consortio” dari Paus St. Yohanes Paulus II dan juga Katekismus Gereja Katolik.

Di dalam Familiaris Consortio, Paus St. Yohanes Paulus II menulis: “Gereja menegaskan kembali di dalam prakteknya, yang berdasarkan Kitab Suci, untuk tidak mengijinkan umat yang bercerai menikah lagi menerima Komuni Ekaristi." Dia menjelaskan, "Mereka tidak dapat diijinkan untuk hal itu karena adanya fakta, bahwa keadaan dan kondisi kehidupan mereka secara objektif bertentangan dengan persatuan kasih antara Kristus dan Gereja-Nya, yang ditandai dan dipengaruhi oleh Ekaristi. Selain itu, ada alasan pastoral khusus lainnya: jika orang-orang ini diijinkan menyambut Ekaristi, maka umat beriman akan dituntun ke dalam kesalahan dan kebingungan akan ajaran Gereja tentang tak terceraikannya perkawinan".”

Schönborn, Uskup Agung Wina itu, mengatakan kepada wartawan Vatikan Edward Pentin, bahwa Amoris Laetitia mengadopsi pendekatan yang selama ini ia gunakan di Keuskupan Agungnya, yang memungkinkan pemberian akses ke sakramen setelah melalui proses discernment yang difokuskan pada beberapa pertanyaan yang berbeda. 

Schönborn, yang berpendapat bahwa Gereja harus memeluk "unsur-unsur positif" dari pernikahan gay dan dosa seksual lainnya, dan memiliki riwayat bertentangan dengan Ajaran Gereja tentang masalah homoseksualitas, mengatakan bahwa "tidak ada pertanyaan-pertanyaan terlarang" ketika membahas Amoris Laetitia.

"Kita semua tahu bahwa ada banyak imam-imam", yang memberi ijin kepada yang bercerai menikah lagi, untuk menerima Komuni Kudus "tanpa membahas atau menanyakannya, dan itu adalah fakta“, dan hal itu "sulit bagi uskup untuk ditangani", katanya.

Beberapa tulisan/artikel sehubungan dengan AL


Dari beberapa analisa dan ulasan di atas, jelas bahwa Amoris Laetitia, meskipun memiliki banyak anjuran yang baik di dalamnya, namun juga memuat anjuran yang bertentangan dengan Doktrin dan Katekismus Gereja Katolik, dan hal ini sungguh bisa menyesatkan dan membuat umat menjadi bingung.

Ketika kebingungan merebak di kalangan umat Katolik, adalah bijaksana untuk kembali kepada Sabda Yesus dalam Kitab Injil, yang tidak mungkin salah dan tak mungkin menipu. Peganglah Sabda itu dan abaikanlah “godaan-godaan” untuk menyimpang dari Sabda itu melalui tawaran-tawaran yang “murah hati” namun yang akhirnya membawa umat semakin jauh dari jalan keselamatan, dan jatuh dari dosa berat yang satu (perzinahan) ke dosa berat lainnya, yakni dosa sakrilegi.

Semoga Roh Kudus membuka hati dan budi seluruh umat Katolik untuk mau berpegang pada Sabda-Nya, mendengarkan Arahan-Nya, berjalan dalam Terang-Nya, dan menolak segala bentuk dosa yang ditawarkan dan dikemas secara menarik di bawah selubung humanisme.

Tuhan memberkati kita semua.. Amin!

Salam,
Lucy

No comments:

Post a Comment