Sunday, May 15, 2016

Vol 1 - Bab 19 : Rasa sakitnya Api Penyucian



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 19

Rasa sakitnya Api Penyucian
St.Magdalen de Pazzi dan Suster Benedikta
St.Gertrude
Margaret Mary Terberkati dan Bunda de Montoux

Kita bisa membaca didalam biografi St.Magdalen de Pazzi bahwa salah satu saudara perempuannya, bernama Maria-Benedicta, seorang religius yang amat bijaksana, meninggal didalam pelukannya. Selama sakitnya Benedicta, Magdalen melihat amat banyak malaikat yang mengelilingi Benedicta dengan suasana bahagia, sambil menunggi hingga dia menghembuskan napasnya yang terakhir, agar mereka bisa membawa jiwanya kepada Yerusalem Surgawi. Dan pada saat hembusan napas terakhirnya, Magdalen melihat para malaikat menyambut jiwa adik perempuannya itu, Benedicta, yang berbentuk seperti merpati, dimana kepalanya berwarna emas dan kemudian dia menghilang. Tiga jam kemudian, ketika sedang berjaga dan berdoa didekat jenazah adiknya, Magdalen melihat bahwa jiwa yang mati itu, Benedicta, tidak berada didalam Api Penyucian maupun di Surga, namun berada di suatu tempat yang tanpa penderitaan, namun dia masih belum bisa melihat Allah.
Hari berikutnya, ketika Misa Kudus dilangsungkan bagi jiwa Maria-Benedicta, pada saat doa Sanctus, Magdalen mengalami ekstase, dan Tuhan menunjukkan kepadanya bahwa jiwa terberkati itu berada didalam kemuliaan. Magdalen bertanya kepada Sang Juru Selamat, mengapa Dia tidak mengijinkan jiwa itu segera memasuki KehadiranNya yang suci. Dia lalu mendapat jawaban bahwa didalam saat sakitnya itu, Sr.Benedicta memperlihatkan sikap terlalu memperhatikan keadaan yang diberikan kepadanya, yang kemudian hal itu mempengaruhi persahabatan dan hubungan yang sudah biasa dengan Tuhan serta keselarasan yang sempurna dengan Kehendak Ilahi.
Marilah kita kembali kepada buku ‘the Revelations of St.Gertrude’, dimana kita telah menyimak hal itu sebelumnya. Didalam buku itu kita menemukan peristiwa lain yang menunjukkan betapa bagi jiwa-jiwa tertentu, matahari kemuliaan akan didahului oleh fajar yang merekah sedikit demi sedidkit. Ada seorang religius yang meninggal ketika usianya mencapai remaja, didalam pelukan Allah. Dia terkenal karena devosinya yang besar kepada Sakramen Terberkati. Setelah kematiannya, St.Gertrude melihat jiwa itu yang bercahaya dengan sinar Surgawi. Sambil berlutut dihadapan Guru Ilahi, dimana luka-lukaNya yang amat mulia itu nampak seperti obor yang menyala terang, dan dari situ memancarlah berkas-berkas sinar yang menembus kepada lima indera dari orang yang mati itu. Penampilan dari orang yang mati itu diselimuti oleh kesedihan yang sangat dalam. Lalu St.Gertrude berseru :”Tuhan Yesus, bagaimana bisa ketika Engkau menerangi hambaMu itu, tetapi dia tidak mengalami kebahagiaan yang sempurna ?”.
“Hingga kini”, jawab Guru yang baik hati itu, “suster ini layak untuk merenungkan kemanusiaanKu yang dimuliakan, dan menikmati penglihatan atas lima luka-lukaKu, sebagai ganjaran dari devosinya kepada misteri Ekaristi Kudus. Namun jika tidak ada cukup doa-doa permohonan dipersembahkan baginya, dia tak bisa menerima penglihatan kebahagiaan itu, karena adanya beberapa kekurangan didalam menjalankan aturan-aturan yang suci dari biara yang dia lakukan”.
Marilah kita menyimpulkan apa yang telah kita bicarakan mengenai sifat dari rasa sakit ini, yang bisa kita temukan didalam buku ‘the Life of Blessed Margaret Mary of the Visitation’. Kesimpulan ini juga diambil sebagian dari ‘the Memoir of Mother Greffier’, yang secara bijaksana dia mengatakan merasa agak segan jika merenungkan rahmat yang luar biasa yang diberikan kepada Sr.Margaret Terberkati, dan dia bisa memahami kebenaran itu setelah mengalami 1000 kali cobaan. Bunda Philiberte Emmanuel de Montoux, Suster Kepala di Annecy meninggal pada 2 Februari 1683 setelah menjalankan kehidupan yang bisa mengangkat kehormatan ordo itu. Bunda Greffier sangat menghormati doa-doa dari Sr.Margaret. Setelah beberapa saat kemudian, Sr.Margaret mengatakan kepada atasannya bahwa Tuhan telah menyatakan kepadanya bahwa jiwa dari Philiberte amat dikasihi oleh Tuhan karena kasih dan kesetiaannya didalam melayani Tuhan dan bahwa sebuah ganjaran yang besar telah menanti dia di Surga jika dia telah menyelesaikan pemurniannya didalam Api Penyucian.
“Sr.Margaret melihat orang yang mati itu, Sr.Philiberte, berada di tempat penebusan dosa. Tuhan menunjukkan kepadanya penderitaan yang dialami Bunda Philiberte, dan betapa besarnya dia bisa terhibur oleh doa-doa permohonan dan perbuatan-perbruatan baik yang dipersembahkan setiap hari baginya diseluruh ordo Visitation itu. Pada suatu malam hari, antara hari Kamis Putih hingga Jumat Agung, ketika Sr.Margaret sedang berdoa bagi jiwa Sr.Philiberte, Tuhan menunjukkan kepadanya jiwa dari Sr.Philiberte yang ditempatkan dibawah piala yang berisi Hosti Kudus di altar. Disitu Sr.Philiberte ikut berpartisipasi didalam menikmati jasa-jasa dari Penderitaan Tuhan di Taman Zaitun. Pada hari Minggu Paskah, yang tahun itu jatuh pada tanggal 18 April, Sr.Margaret melihat jiwa dari Sr.Philiberte mulai menikmati kebahagiaan kekal dan merindukan serta mengharapkan bisa melihat dan memiliki Allah.
Akhirnya, 14 hari kemudian, pada 2 Mei hari Minggu, pesta dari Yesus Gembala Yang Baik, Sr.Margaret melihat jiwa dari Sr.Philiberte naik dengan manisnya menuju kemuliaan kekal, sambil menyanyikan kidung-kidung yang indah tentang Kasih Ilahi.
Marilah kita menyimak bagaimana Sr. Margaret Terberkati bercerita tentang penampakan terakhir ini pada sebuah surat pada hari yang sama dengan peristiwa itu, 2 Mei 1623, yang ditujukan kepada Bunda de Saumaise di Dijon :”Yesus adalah kekal ! Jiwaku dipenuhi dengan kebahagiaan yang amat besar sehingga aku hampir-hampir tak mampu menahan diriku. Ijinkanlah aku, ibu yang terkasih, untuk menyampaikan hal ini kepada hatimu, yang selalu bersatu dengan hatiku didalam Tuhan kita. Pagi ini, Minggu, pesta Gembala Yang Baik, pada waktu aku terbangun, dua orang sahabatku yang baik yang menderita telah datang kepadaku untuk berpamitan denganku. Hari ini Imam Yang Utama, Tuhan kita, menerima mereka didalam kawananNya yang kekal bersama sejuta jiwa lainnya. Kedua sahabatku itu bersatu dengan mereka, yaitu jiwa-jiwa yang terberkati, sambil menyanyikan kidung-kidung sukacita. Yang satu adalah ibu yang baik, Philiberte Emmanuel de Montoux, dan yang lain adalah Sr.Jeanne Catherine Gacon. Yang satu terus menerus mengulangi kalimat ini :”Kasih itu menang, kasih itu berbahagia didalam Allah”. Dan yang lain berseru :”Terberkatilah orang yang mati didalam Tuhan, dan kaum religius yang hidup dan mati dengan menjalankan aturan-aturan hidup baktinya”. Kedua jiwa itu ingin agar aku bercerita kepada anda, bahwa kematian bisa memisahkan jiwa-jiwa, namun tak bisa memutuskan hubungan diantara mereka. Jika anda tahu bagaimana jiwaku dibawa dengan kebahagiaan ! Karena ketika aku berbicara kepada mereka, aku melihat mereka tenggelam didalam kemuliaan, seperti orang yang menceburkan dirinya kedalam lautan luas. Mereka meminta anda untuk berterima kasih kepada Tritunggal Kudus dengan sebuah doa Laudate dan tiga kali Gloria Patri. Seperti halnya aku ingin mereka mengingat kita, maka perkataan mereka yang terakhir yang kuingat adalah : sikap tidak berterima kasih tidak dikenal di Surga”.



1 comment: