Monday, May 2, 2016

Vol 1 - Bab 15 : Rasa sakitnya Api Penyucian



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 15

Rasa sakitnya Api Penyucian 
Bruder dari St. Magdalen de Pazzi 
Stanislaus Chocosca 
Catherine de Racconigi Terberkati.

St.Magdalen de Pazzi, didalam penglihatannya yang berlangsung semarak, dimana berbagai jenis penjara dari Api Penyucian diperlihatkan kepadanya, St.Magdalen melihat jiwa dari saudara laki-lakinya yang telah meninggal dunia setelah menjalani kehidupan Kristiani yang baik. Namun jiwa ini masih tertahan untuk menderita karena beberapa kesalahan tertentu, dimana kesalahan itu belum cukup dia tebus di dunia dulu. Kata orang kudus itu :”Ini adalah merupakan penderitaan yang paling tidak bisa diabaikan, namun hal itu ditanggungnya dengan rasa bahagia. Ah ! mengapa hal itu tidak dimengerti oleh mereka yang tidak berani menanggung salib mereka di dunia ini ? Terkesan oleh pemandangan yang menakutkan ini, St.Magdalen berlari kepada Suster Kepala, dan dia menjatuhkan tubuhnya pada kakinya sambil berseru :”Oh ibuku yang terkasih, betapa sangat mengerikan rasa sakitnya Api Penyucian itu ! Tak pernah aku bisa mempercayainya jika saja Tuhan tidak menyatakan hal itu kepadaku. Namun aku tak bisa menyebutnya sebagai tindakan kekejaman, justru hal itu sangat bermanfaat, karena siksaan itu bisa menuntun jiwa-jiwa kepada bisikan yang tak terkatakan dari Surga”. Untuk lebih menekankan hal ini kepada pikiran kita, maka sungguh menyenangkan Allah untuk memberikan kepada orang-orang kudus tertentu sebuah rasa sedikit atas sakitnya penebusan dosa didalam Api Penyucian itu, seperti setetes air dari secangkir air yang pahit, dimana jiwa-jiwa yang malang harus meminumnya, ibarat sebuah letikan api kecil yang membakar mereka.
Seorang ahli sejarah, Bzovius, didalam bukunya ‘History of Poland’, pada tahun 1598, menceritakan sebuah peristiwa ajaib yang terjadi atas diri Stanislaus Chocosca Venerabilis, salah satu anggota dari ordo St.Dominikus di Polandia. Suatu hari, ketika rohaniwan ini, yang memiliki sifat sangat murah hati kepada orang-orang yang telah meninggal dunia, mendaraskan doa rosario, dia melihat didekatnya ada suatu jiwa yang diselimuti oleh nyala api. Jiwa itu memohon belas kasihannya, agar Stanuslaus bisa mengurangi beban penderitaannya yang tak tertahankan itu, dimana api Pengadilan Ilahi telah meminta jiwa dari wanita itu untuk menanggungnya. Orang kudus itu, Stanislaus, bertanya kepadanya apakah api itu lebih menyakitkan dari pada api di dunia ini ? Wanita itu berkata :”Ah ! semua api di dunia ini, jika dibandingkan dengan api yang ada didalam Api Penyucian, rasanya seperti hembusan angin yang menyegarkan”. Stanislaus hampir-hampir tak bisa mempercayainya. Dia mengatakan :”Aku berharap untuk memiliki bukti. Jika Tuhan mengijinkan, demi penyembuhanmu, dan demi kebaikan jiwaku, aku bersedia untuk menderita sebagian dari rasa sakitmu”. “Celakalah ! Kamu tak bisa melakukan hal ini. Ketahuilah bahwa tak ada manusia yang bisa menanggung siksaan seperti itu dan tetap bisa hidup. Namun Tuhan akan mengijinkan kamu untuk merasakannya dalam tingkatan yang ringan. Ulurkanlah tanganmu”. Stanislaus mengulurkan tangannya, dan orang yang telah meninggal itu menjatuhkan setetes keringat, atau semacam cairan yang seperti itu pada tangannya. Pada saat itu juga, religius itu berteriak kesakitan hingga jatuh ke tanah dan mengerang-ngerang, karena begitu kerasnya rasa sakit itu. Lalu para sahabatnya berlari kearahnya, dan mereka segera menolongnya. Ketika sudah tersadar kembali, dia menceritakan peristiwa mengerikan itu yang telah terjadi pada dirinya, dimana para sahabatnya masih bisa menyaksikan bukti yang kelihatan. “Ah ! para Bapa yang terkasih”, katanya, “jika saja kita tahu kerasnya pemurnian-pemurnian Ilahi ini, maka kita tak akan mau berbuat dosa, atau berhenti melakukan penebusan dosa selama kehidupan ini, untuk bisa menghindari hukuman didalam Api Penyucian”.
Stanislaus dibaringkan di tempat tidurnya sejak saat itu. Dia hidup setahun lebih lama didalam penderitaan yang amat kejam yang disebabkan oleh luka-lukanya. Lalu untuk terakhir kalinya dia mengajak para sahabatnya untuk selalu mengingat kerasnya Pengadilan Ilahi. Kemudian dia tertidur dengan damai didalam Allah. Para ahli sejarah Gereja menambahkan bahwa contoh ini menghidupkan kembali semangat diseluruh biara itu dan diseluruh propinsi.
Kita juga membaca kisah yang sama didalam biografi dari Catherine dari Racconigi Terberkati. Suatu hari ketika sedang menderita rasa sakit yang luar biasa besarnya, sehingga dia sampai meminta tolong kepada para Suster sahabatnya, dia merenungkan tentang jiwa-jiwa didalam Api Penyucian, dan untuk mengurangi panasnya nyala api yang mereka alami itu, Catherine Terberkati mempersembahkan kepada Allah panas membakar dari demamnya saat itu. Saat itu, dalam keadaan ekstase, Catherine didalam rohnya, dibawa menuju tempat penebusan dosa, dimana dia melihat nyala api dan tungku pemanggang, dimana jiwa-jiwa dimurnikan disitu dengan melalui siksaan yang amat besar. Sementara merenung itu, dengan penuh rasa kasihan kepada mereka oleh pemandangan yang menimbulkan rasa belas kasihan itu, maka Catherine mendengar sebuah suara yang berkata kepadanya :”Catherine, agar kamu bisa mendapatkan pembebasan yang paling cepat bagi jiwa-jiwa ini, maka kamu harus ikut serta, dengan cara-cara tertentu, didalam siksaan mereka”. Pada saat yang sama nampak sebuah letikan api kecil yang keluar dari nyala api itu dan turun kearah pipi kirinya. Para Suster yang hadir saat itu bisa menyaksikan letikan api itu dengan jelas, dan juga mereka bisa melihat dengan rasa takut bahwa wajah dari orang yang sakit itu, Catherine, mulai membengkak hingga menakutkan sekali. Dia hidup beberapa lama dengan keadaan seperti ini, dan seperti yang dikatakan sendiri oleh Catherine Terberkati kepada saudara perempuannya, penderitaan rasa sakit yang disebabkan oleh letikan api kecil itu jauh lebih besar dari pada segala rasa sakit yang pernah dialaminya selama ini. Hingga saat itu, Catherine Terberkati terus membaktikan dirinya, dengan kemurahan hati, demi penghiburan jiwa-jiwa didalam Api Penyucian. Namun sejak saat itu dan seterusnya, dia meningkatkan usaha dan semangatnya untuk mempercepat pembebasan mereka, karena dia tahu dari pengalamannya, bahwa mereka sangat membutuhkan pertolongannya.

No comments:

Post a Comment