Thursday, May 12, 2016

Vol 1 - Bab 18 : Rasa sakitnya Api Penyucian



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

 

Bab 18


Rasa sakitnya Api Penyucian
St.Perpetua – St. Gertrude
St. Catherine dari Genoa
Bruder John de Via

Seperti telah kita ceritakan, rasa sakit inderawi memiliki derajat intensitas yang berbeda-beda. Hal itu adalah tidak begitu mengerikan bagi jiwa-jiwa yang tidak memiliki dosa berat untuk ditebus atau mereka yang telah menyelesaikan bagian yang paling keras dari penebusan dosa mereka dan mendekati saat pelepasan mereka. Banyak dari jiwa-jiwa itu menderita tidak lebih besar dari pada rasa kehilangan, dan mulai merasakan berkas sinar Surgawi yang pertama yang penuh kemuliaan serta telah menikmati sedikit rasa kebahagiaan.
Ketika St.Perpetua melihat adik laki-lakinya, Dinocrates, berada didalam Api Penyucian, anak itu nampaknya tidak mengalami siksaan yang besar. Martir yang terkenal ini, St.Perpetua, menuliskan penglihatannya itu didalam penjara di Carthago dimana dia ditahan disitu karena iman akan Kristus selama penindasan dari pemerintahan Septimus Severus pada tahun 205. Bagi St.Perpetua, Api Penyucian nampaknya berupa dataran yang tandus, dimana dia melihat adiknya, Dinocrates, yang meninggal pada usia 7 tahun ada disitu. Anak kecil itu memiliki borok pada wajahnya dan dia disiksa oleh rasa haus, dia berusaha meskipun sia-sia, untuk meminum air dari pancuran didepannya, namun tepi dari pancuran itu terlalu tinggi baginya. Martir itu, St.Perpetua, mengerti bahwa adiknya itu berada di tempat penebusan dosa dan bahwa dia membutuhkan bantuan doa-doa darinya. Lalu St.Perpetua berdoa bagi Dinocrates, dan tiga hari kemudian, didalam suatu penglihatan, dia melihat Dinocrates berada ditengah taman yang sangat indah. Wajahnya nampak cantik sekali seperti malaikat. Dia mengenakan jubah yang bercahaya. Sedang bagian tepi dari pancuran air itu kini berada dibawahnya hingga dia bisa minum sepuasnya dari air segar itu dari sebuah piala emas. St.Perpetua mengetahui bahwa jiwa dari adiknya itu kini sudah menikmati bisikan Surgawi.
Kita membaca didalam ‘the Revelations of St.Gertrude’ ada seorang religius muda di biara itu, yang sangat dia kasihi karena keutamaan-keutamaannya yang besar, dan dia meninggal dalam keadaan suci. Sementara St.Gertrude mendoakan jiwa religius itu kepada Tuhan, dia lalu mengalami ekstase dan menerima sebuah penglihatan. Saudara perempuannya yang telah meninggal itu menampakkan diri kepadanya, dimana orang itu berdiri dihadapan tahta Allah dengan dikelilingi oleh lingkaran cahaya yang terang dan dengan mengenakan pakaian yang berkilauan. Namun dia nampak bersedih dan menderita. Matanya memandang kebawah, seolah dia merasa malu berdiri dihadapan wajah Allah. Seolah dia mau menyembunyikan dirinya saja. Dengan rasa terkejut, Gertrude bertanya kepada ‘Mempelai Ilahi dari para Perawan’, penyebab dari kesedihan jiwa yang suci itu. Dia berseru :”Yesus yang amat manis, mengapa kebaikanMu yang tak terbatas itu mengundang mempelaiMu untuk mendekati Engkau dan memasuki kebahagiaan Tuhannya ? Mengapa Engkau meninggalkan dia dalam keadaan bersedih dan malu ?”. Lalu Tuhan dengan senyuman yang penuh kasih, membuat tanda kepada jiwa yang suci itu untuk mendekat, sementara jiwa itu merasa ragu dan gemetaran.
Atas penglihatan ini, orang kudus itu, Gertrude, berseru kepada jiwa itu :”Puteriku, mengapa kamu berdiam diri ketika Tuhan memanggilmu ? Kamu yang telah merindukan Yesus sepanjang masa hidupmu, kini menarik diri ketika Dia membuka tanganNya untuk menerima kamu ?”. “Ah ! ibuku yang terkasih”, jawab jiwa itu, “diriku ini tidaklah layak untuk hadir dihadapan Anak Domba Yang Tak Bercela itu. Aku masih memiliki sedikit noda dosa yang kulakukan di dunia dulu. Untuk mendekati Matahari Keadilan itu, orang haruslah dalam keadaan murni seperti cahaya. Diriku saat ini belum mencapai derajat kemurnian seperti itu, seperti yang Dia kehendaki atas para kudusNya. Ketahuilah jika pintu Surga terbuka bagiku, aku tak akan berani melintasinya sebelum diriku dimurnikan seutuhnya dari segala noda. Nampaknya bagiku bahwa paduan suara para perawan yang mengikuti Anak Domba itu akan menolak aku dengan rasa ngeri melihatku”. “Namun”, lanjut Gertrude, “dirimu nampak dikelilingi oleh cahaya dan kemuliaan”. “Apa yang kau lihat itu”, jawab jiwa itu, “adalah bagian tepi dari jubah kemuliaan. Untuk mengenakan jubah Surgawi itu kita tak boleh memiliki bayangan dosa sekecil apapun juga”.
Penglihatan ini menunjukkan suatu jiwa yang berada sangat dekat dengan kemuliaan Surga. Namun pencerahan yang dialaminya mengenai Kesucian Yang Tak Terbatas dari Allah adalah berbeda tatanannya dari apa yang telah diberikan kepada kita. Pengetahuan yang jelas ini membuatnya mencari dan melaksanakan, sebagai sebuah berkat, penebusan dosa seperti yang diminta oleh keadaan dirinya untuk menerima kelayakan penglihatan akan Allah yang kudus tiga kali. Hal ini adalah persis sama dengan ajaran dari St.Catherine dari Genoa. Kita tahu bahwa orang kudus ini menerima pencerahan yang istimewa dari Allah mengenai keadaan dari jiwa-jiwa didalam Api Penyucian. Dia menulis sebuah buku berjudul ‘A Treatise on Purgatory’ yang memiliki kwalitas seperti tulisan St.Teresa. Didalam bab 8 buku itu dia mengatakan :”Tuhan itu maha rahim. Dia berdiri dihadapan kita, lenganNya menjulur kearah kita, untuk menerima kita didalam kemuliaanNya. Namun aku juga bisa melihat Esensi Ilahi yang begitu murni sehingga suatu jiwa jika ia tidak benar-benar dalam keadaan bersih tanpa noda, tak bisa dan tak mampu memandangNya. Jika jiwa itu menemukan satu atom saja dari ketidak-murnian dirinya, maka dari pada dia tinggal bersama kehadiran Kebesaran Ilahi dengan membawa satu noda saja, dia akan lebih memilih menceburkan dirinya kedalam lembah neraka. Didalam Api Penyucian jiwa bisa menemukan cara-cara untuk menghapuskan dosa-dosanya itu, maka dia akan segera melemparkan dirinya kedalamnya. Dia sudah menganggap dirinya berbahagia didalam Api Penyucian, karena pengaruh kerahiman yang besar, sebab sebuah tempat telah diberikan kepadanya hingga dia bisa membebaskan dirinya dari segala penghalang menuju kebahagiaan yang tertinggi”.
The Hostory of the Seraphic Order, menceritakan tentang seorang religius yang suci yang bernama Bruder John de Via, yang meninggal dalam keadaan suci disebuah biara di kepulauan Canary. Orang yang merawatnya, Bruder Ascension, ketika berdoa didalam kamarnya, serta mempersembahkan jiwa Bruder John kepada Allah, tiba-tiba melihat dihadapannya seorang religius anggota dari ordonya, namun wujudnya sudah berubah. Dia nampak bercahaya, sehingga kamar itu dipenuhi dengan terang yang amat indah. Bruder Ascension dalam keadaan terkejut serta kagum, tidak bisa mengenali orang itu, dan bertanya siapakah dia, dan apa tujuannya datang kesitu. Penampakan itu berkata :”Aku adalah roh dari Bruder John de Via. Aku berterima kasih kepadamu atas doa-doa yang kau curahkan ke Surga bagiku dan aku datang untuk meminta darimu satu kali tindakan kemurahan hati. Ketahuilah bahwa, terima kasih atas Kemurahan Hati Ilahi, aku berada di tempat keselamatan, diantara orang-orang yang dipilih untuk memasuki Surga. Cahaya yang mengelilingi aku adalah bukti dari keadaanku ini. Namun aku masih belum layak untuk bisa melihat wajah Allah karena dosa-dosa kecil yang harus kutebus. Selama kehidupanku di dunia, melalui kesalahanku, aku telah melakukan dosa beberapa kali, dengan tidak mau mendaraskan doa-doa bagi orang mati, dimana hal itu sudah diatur didalam peraturan biara. Aku meminta tolong kepadamu, saudaraku yang terkasih, demi kasihmu kepada Yesus Kristus, untuk mendaraskan doa-doa itu agar hutangku bisa terbayar lunas, dan aku bisa menikmati penglihatan akan Tuhanku”.
Bruder Ascension segera menemui Pastor Guardian dan menyampaikan apa yang terjadi. Segera dia berdoa seperti yang diminta itu. Lalu jiwa dari Bruder John de Via Terberkati menampakkan dirinya lagi, namun kali ini dengan cahaya yang lebih berkilauan dari pada sebelumnya, dan dia menikmati kebahagiaan kekal.


No comments:

Post a Comment