Thursday, May 19, 2016

Vol 1 - Bab 20 : Macam-macam rasa sakit



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 20

Macam-macam rasa sakit 
Raja Sancho dan Ratu Guda
St.Lidwina dan jiwa yang ditembus paku
Margaret Mary Terberkati dan tempat tidur api.

Menurut para kudus, terdapat berbagai macam rasa sakit jasmani didalam Api Penyucian. Meskipun api menjadi sarana yang pokok bagi penyiksaan disana, terdapat juga siksaan yang berupa rasa dingin menggigit, siksaan dari masing-masing anggota tubuh, dan siksaan terhadap indera tertentu dari tubuh manusia. Berbagai macam penderitaan ini nampaknya berhubungan dengan sifat dari masing-masing dosa, dimana masing-masing dosa itu menimbulkan jenis-jenis hukuman tertentu, sesuai dengan kalimat ini :”Quia per quae peccat quis, per haec et torquetur’.(Dengan apa manusia berdosa, dengan itu pula dia disiksa. Keb. 11:17). Memang adil bahwa hukuman dan pemurnian itu terjadi secara berbeda-beda seperti itu, karena ganjaran yang diberikan juga berbeda-beda sifatnya. Di Surga, setiap orang menerima sesuai dengan perbuatannya, dan seperti yang dikatakan oleh Bede Venerabilis, tiap orang menerima mahkotanya sendiri, yang merupakan jubah kemuliaannya. Bagi para martir, jubah ini berwarna ungu terang, sementara itu para bapa pengakuan, berwarna putih berkilauan.
Ahli sejarah Gereja, John Vasquez didalam tulisannya pada tahun 940, menceritakan bagaimana Sancho, raja wilayah Leon, menampakkan diri kepada ratu Guda, dan atas belas kasihan dari ratu ini dia bisa dibebaskan dari Api Penyucian. Sancho yang telah menjalani kehidupan Kristiani yang tekun, mati diracun oleh salah satu anak buahnya. Setelah kematiannya, ratu Guda, isstrinya, menghabiskan waktunya untuk berdoa bagi jiwa raja itu. Tidak terhitung lagi banyaknya Misa Kudus yang dipersembahkan demi pembebasan raja itu, Agar sang ratu bisa menangisi dan berdoa didekat benda-benda peninggalan raja yang sangat dikasihinya itu, maka sang ratu mengenakan kerudung dari biara Castile, dimana tubuh suaminya disimpan disitu. pada suatu hari Sabtu. Ketika dia berdoa di kaki Perawan Terberkati, serta menyerahkan jiwa suaminya kepada Bunda Maria, tiba-tiba Sancho menampakkan diri kepada ratu Guda, namun dengan keadaan yang amat menyedihkan sekali ! Tuhan yang maha besar ! Suaminya mengenakan kain berkabung serta memaki dua buah rantai besi yang panas membara hingga sampai ke pinggangnya. Jiwa Sancho berterima kasih kepada istrinya yang setia itu, atas segala doa-doa permohonannya dan dia menganjurkan istrinya untuk terus melaksanakan karya-karya kemurahan hati. “Ah ! jika saja kamu tahu, Guda, penderitaan yang kualami ini”, demikian kata Sancho kepada Guda, “maka kamu akan bersedia melakukan yang lebih berat lagi. Dari dalam pelukan Kerahiman Ilahi, aku memintamu, tolonglah aku, Guda yang terkasih. Tolonglah aku, karena diriku hancur oleh nyala apai ini”.
Ratu Guda lalu meningkatkan doa-doanya dan perbuatan baiknya, dan dia membagikan sedekah kepada orang-orang miskin, menyelenggarakan Misa Kudus diberbagai bagian negeri, memberikan berbagai perhiasan bagi altar biara.
Pada akhir dari 40 hari, raja itu menampakkan diri lagi. Dia telah dilepaskan dari ikat pinggang api itu dan dari segala penderitaan lainnya. Sebagai ganti dari jubah kabungnya, dia kini mengenakan mantel putih berkilau-kilauan. Seperti perhiasan suci yang diberikan Guda kepada biara. “Lihatlah diriku, Guda yang terkasih”, kata Sancho, “terima kasih atas doa-doamu, yang telah membebaskan aku dari segala penderitaanku. Semoga engkau diberkati untuk selamanya. Bertekunlah didalam perbuatan-perbuatanmu yang suci. Renungkanlah selalu akan kerasnya rasa sakit di Api Penyucian, dan akan kebahagiaan Surga, dimana aku akan pergi kesana untuk menunggumu”. Dengan kalimat ini kemudian dia menghilang, dan meninggalkan Guda yang baik hati itu dengan penuh penghiburan.
Suatu hari ada seorang wanita yang sangat bersedih, menemui St.Lidwina dan mengatakan bahwa dia telah kehilangan saudara laki-lakinya. “Saudaraku telah meninggal”, kata wanita itu, “dan aku datang ini untuk memohon belas kasihanmu bagi jiwanya. Persembahkanlah kepada Tuhan beberapa doa dan sebagian dari penderitaan penyakitmu demi kepentingannya”. Orang yang suci itu, St.Lidwina, berjanji untuk melakukan hal itu, dan beberapa saat sesudahnya, didalam keadaan ekstase St.Lidwina dituntun oleh malaikat pelindungnya menuju lembah-lembah bawah tanah, dimana dia melihat dengan penuh rasa belas kasihan, siksaan-siksaan yang dialami oleh jiwa-jiwa yang malang yang diceburkan didalam nyala api. Salah satu dari mereka telah menarik perhatiannya. St.Lidwina melihat jiwa itu ditembus oleh paku-paku besi. Malaikat pelindungnya mengatakan kepadanya bahwa itu adalah saudara laki-laki dari wanita yang datang kepadanya, yang telah meminta bantuan doa-doanya. Malaikat pelindung itu berkata :”Jika kamu mau memintakan rahmat baginya, hal itu tak akan ditolak”. St.Lidwina kemudian berkata :”Aku memohon agar dia dibebaskan dari besi-besi yang mengerikan itu yang menembusi tubuhnya”. Segera saja St.Lidwina melihat paku-paku itu diambil dari orang itu, dan kemudian dia dilepaskan dari penjara yang khusus itu dan ditempatkan di tempat dimana jiwa-jiwa tidak menerima siksaan apapun. Saudara perempuan dari orang itu segera kembali kepada St.Lidwina dan mendengarkan cerita mengenai keadaan saudaranya dan St.Lidwina menasihati wanita itu untuk menolong saudaranya dengan meningkatkan doa-doanya dan melakukan sedekah demi pembebasan jiwa saudaranya itu. Dia lalu mempersembahkan permohonannya dan penderitaannya kepada Tuhan, dan akhirnya saudaranya bisa dibebaskan dari Api Penyucian.
Kita juga bisa membaca didalam ‘the Life of Blessed Margaret Mary’ bahwa suatu jiwa disiksa disebuah tempat tidur penyiksaan karena sikap malas didalam hidupnya dulu. Pada saat yang sama jiwa itu juga disiksa secara khusus didalam hatinya, karena pikiran-pikiran jahat tertentu, dan disiksa didalam lidahnya karena perkataannya yang kotor. Lebih lagi jiwa itu harus menanggung rasa sakit yang mengerikan yang sifatnya lain sama sekali, yang bukan disebabkan oleh api atau besi panas, tetapi oleh pemandangan atas suatu jiwa yang dihukum. Marilah kita menyimak apa yang diceritakan oleh Margaret Terberkati didalam tulisan-tulisannya.
Dia berkata :”Didalam mimpi aku melihat salah satu Suster-suster kita yang meninggal beberapa waktu yang lalu. Dia mengatakan kepadaku bahwa dia sangat menderita banyak didalam Api Penyucian, namun Tuhan memberinya sebuah penderitaan yang melebihi rasa sakit lainnya, dengan cara menunjukkan kepadanya salah satu saudara dekatnya yang masuk ke neraka”.
“Atas perkataan ini aku terbangun dan merasakan seolah tubuhku dipukuli dari kepala hingga kaki sehingga dengan sangat sulit aku bisa bergerak. Karena kami tidak percaya kepada mimpi, maka aku tidak memperhatikan mimpiku ini. Namun orang-orang menganjurkan aku untuk bertindak tanpa menghiraukan diriku sendiri. Dari sejak itu Suster itu tidak mau memberi aku saat istirahat, dan terus menerus dia berkata kepadaku :’Berdoalah kepada Tuhan bagiku, persembahkanlah penderitaanmu kepada Tuhan yang dipersatukan dengan penderitaan Yesus Kristus, untuk meringankan penderitaanku. Berikanlah kepadaku segala jasa-jasamu hingga hari Jumat Pertama bulan Mei, ketika kamu akan merasa senang berbicara denganku’. Hal ini kulakukan dengan seijin dari atasanku”.
Sementara itu rasa sakit yang disebabkan oleh jiwa ini kepadaku begitu besarnya sehingga aku tak bisa beristirahat sejenak. Kepatuhan telah membuatku untuk mencari istirahat hanya sedikit di tempat tidurku. Namun aku tak bisa tidur, ketika dia nampak mendekati aku dan berkata :”Kamu beristirahat dengan berbaring di tempat tidurmu, tetapi lihatlah kepada tempat dimana aku tergeletak dan menanggung penderitaan yang tak tertahankan lagi rasanya ini”. Aku melihat tempat tidurnya itu dan piiiranku akan tempat tidur itu membuatku gemetaran. Bagian atas dan bawahnya terdiri atas ujung-ujung besi yang sangat tajam dan bernyala-nyala hingga menembus dagingnya. Dia mengatakan kepadaku bahwa hal itu disebabkan oleh kemalasannya dan kelalaiannya menaati peraturan biara. “Hatiku terkoyak rasanya”, lanjut jiwa itu, “dan hal ini membuatku menderita paling mengerikan karena pikiran-pikiranku yang mencela dan mengkritik atasanku. Lidahku digerogoti oleh kutu dan tersobek dari mulutku terus menerus, karena kata-kata yang kuucapkan melawan kemurahan hati dan perhatianku yang kecil terhadap aturan mengenai sikap diam didalam biara. Ah ! akankah semua jiwa-jiwa yang dipersembahkan kepada Allah bisa melihat aku didalam siksaan ini ? jika aku bisa menunjukkan pada mereka apa yang sedang dipersiapkan bagi mereka yang tidak mau memperhatikan hidup baktinya, maka semangat mereka pastilah muncul kembali dan mereka akan menghindari kesalahan-kesalahan itu yang kini membuatku sangat menderita seperti ini”.
“Atas pemandangan ini aku menitikkan airmata. ‘Celaka !’, kata jiwa itu, ‘sebuah hari yang dilalui oleh seluruh anggota komunitas dengan terus menerus memperhatikan kesucian, akan bisa menyembuhkan mulutku yang pecah-pecah ini, dan pada hari berikutnya yang dijalani dengan dengan tindakan kemurahan hati yang suci akan bisa menyembuhkan lidahku. Dan pada hari yang ketiga, yang dilakukan tanpa menggerutu atau menentang atasan mereka akan bisa menyembuhkan hatiku yang terkoyak ini. Namun tak seorangpun yang mau menyembuhkan aku”.
“Setelah aku mempersembahkan Komuni Kudus seperti yang dia minta, dia mengatakan bahwa siksaannya yang amat menyakitkan itu telah sangat jauh berkurang, namun dia masih harus tinggal lama didalam Api Penyucian, dihukum harus menderita rasa sakit karena jiwa-jiwa yang malas melayani Allah. Seperti halnya diriku sendiri” demikian kata Margaret Mary Terberkati. “Aku mendapati bahwa diriku dibebaskan dari penderitaanku, dimana aku telah diberitahu tak akan berkurang sakitnya hingga jiwa itu sendiri disembuhkan”.

No comments:

Post a Comment