Sunday, May 22, 2016

Vol 1 - Bab 21 : Berbagai macam rasa sakit



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 21

Berbagai macam rasa sakit
Blasio dibangkitkan dari mati oleh St.Bernardine
Frances dari Pampeluna Terberkati serta jarum api
St. Corpreus dan raja Malachy.

Blasio Massei yang dibangkitkan dari mati oleh St.Bernardine dari Sienna melihat bahwa terdapat perbedaan besar dari rasa sakit didalam Api Penyucian. Cerita mengenai keajaiban ini diberikan secara panjang lebar didalam buku Acta Sanctorum.
Segera setelah kanonisasi St.Bernardine dari Sienna, maka di wilayah Cascia dari kerajaan Naples, telah meninggal seorang anak berusia 11 tahun yang bernama Blasio Massei. Orang tuanya telah mengajari dia devosi seperti yang mereka lakukan sendiri, terhadap orang kudus yang baru itu. dan orang kudus itupun, St.Bernardine, segera memberikan balasannya. Setelah hari kematiannya, ketika tubuhnya dibawa ke kubur, Blasio terbangun seolah terbangun dari tidur nyenyak dan mengatakan bahwa St.Bernardine telah membangunkan dia, agar dia bisa menceritakan keajaiban-keajaiban yang telah diperlihatkan orang kudus itu kepadanya di dunia sana.
Kita bisa memaklumi keinginan dari orang-orang akan cerita ini. Didalam satu bulan penuh Blasio tidak melakukan apa-apa kecuali bercerita tentang apa yang telah dia saksikan, dan dia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh para pengunjung. Dia berbicara dengan kesederhanaan dan ketulusan seorang anak kecil, namun pada saat yang sama, dengan ekspresi yang mengena dan pengetahuan akan hal-hal di dunia sana yang jauh melebihi umurnya.
Pada saat kematiannya, demikian katanya, St.Bernardine menampakkan diri kepadanya, menggandeng tangannya dan berkata :”Jangan takut, perhatikanlah baik-baik apa yang akan kutunjukkan kepadamu, agar kamu ingat, dan setelah itu bisa menceritakannya”.
Lalu orang kudus yang menuntun anak muda itu menyusuri berbagai wilayah dari neraka, Api Penyucian, limbo dan akhirnya menunjukkan Surga kepada anak itu. Didalam neraka Blasio melihat kengerian yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata serta berbagai siksaan dimana orang-orang yang congkak, serakah, yang tidak murni serta para pendosa lainnya disiksa. Diantara mereka, dia mengenal beberapa orang yang pernah dia lihat semasa hidupnya, dan dia juga melihat datangnya dua orang yang baru saja meninggal, yaitu Buccerelli dan Frescho. Frescho telah dihukum karena menyimpan harta benda yang didapat secara tidak benar bagi dirinya. Anak dari Frescho, yang merasa terkejut oleh cerita Blasio ini, seolah dia disengat oleh petir, dan dia mengakui kebenaran cerita itu. Segara dia melakukan penggantian dan pelusanan secara penuh. Namun dia tidak cukup puas dengan tindakan keadilan ini. Agar dirinya sendiri tidak merasakan nasib yang sama seperti ayahnya itu, dia lalu membagi-bagikan sisa harta bendanya kepada orang-orang miskin dan menjalani kehidupan didalam biara.
Dari situ Blasio dibawa menuju Api Penyucian, dimana dia melihat siksaan-siksaan yang amat berat sekali, yang bermacam-macam bentuknya sesuai dengan dosa-dosa yang dilakukan oleh masing-masing orang. Dia bisa mengenali banyak sekali jiwa-jiwa dan beberapa dari mereka meminta dia untuk menghubungi orang tua atau saudara mereka di dunia, untuk menceritakan penderitaan mereka itu. Mereka juga meminta doa-doa permohonan dan perbuatan-perbuatan baik bagi kepentingan mereka. Ketika ditanya tentang keadaan dari jiwa yang meninggal, Blasio menjawab tanpa ragu dan menceritakan detilnya. “Bapamu”, kata Blasio kepada salah seorang tamunya, “sudah berada didalam Api Penyucian sejak hari itu. Dia memintamu untuk memberikan sedekah, tetapi kamu tidak melakukannya”. “Saudaramu”, kata Blasio kepada tamu lainnya, “memintamu untuk mempersembahkan banyak sekali Misa Kudus. Kamu telah melakukannya, namun kamu tidak melibatkan diri didalamnya. Maka masih diperlukan banyak lagi Misa Kudus baginya”.
Blasio juga bercerita tentang Surga, tempat terakhir yang dia kunjungi. Namun dia berbicara seperti apa yang dikatakan St.Paulus, yang telah digiurkan oleh Surga tingkat ke tiga, apakah dia saat itu bersama tubuhnya atau tidak, dia tidak tahu, disana dia mendengar kalimat yang misterius yang tak bisa diulangi oleh lidah manusia. Apa yang paling menarik perhatian anak itu adalah adanya banyak sekali malaikat yang mengelilingi tahta Allah, serta kecantikan yang tak ada bandingnya dari Perawan Maria Terberkati yang jauh lebih tinggi dari pada seluruh paduan suara para malaikat.
Kehidupan dari Bunda Frances Terberkati dari Sakramen Terberkati, seorang religius dari Pampeluna, memberikan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa rasa sakitnya Api Penyucian sesuai benar dengan kesalahan yang harus ditebus. Hamba Allah yang terpuji ini mengalami komunikasi yang amat dekat dengan jiwa-jiwa didalam Api Penyucian, sehingga banyak sekali jiwa-jiwa itu yang datang kepadanya hingga memenuhi kamarnya, dan dengan rendah hati mereka menunggu giliran untuk ditolong oleh doa-doanya. Seringkali dengan mudahnya mereka menimba belas kasihan Bunda Frances, dimana mereka menampakkan diri dengan membawa sarana dari dosa-dosa mereka, dan yang kini menjadi sarana dari siksaan mereka. Suatu hari Bunda Frances melihat seorang religius yang dikelilingi oleh berbagai macam perabot yang mahal, misalnya lukisan-lukisan, kursi-kursi dan sebagainya dan semuanya dalam keadaan terbakar. Ternyata religius itu telah mengumpulkan semua harta benda itu didalam kamarnya, dimana hal itu bertentangan dengan sumpah kemiskinan yang dia ucapkan, dan setelah kematiannya benda-benda itu menjadi siksaan baginya.
Ada juga jiwa seorang notaris yang menampakkan diri kepadanya pada suatu hari dengan segala lencana profesinya. Disekitar tubuhnya terdapat nyala api yang membuatnya merasa sangat kesakitan. “Aku telah menggunakan pena, tinta, dan kertas ini”, katanya, “untuk mengaburkan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Aku juga senang berjudi, dan kartu-kartu ini dimana aku dihukum untuk memeganginya terus di tanganku sebagai hukumanku. Dompet yang menyala terbakar ini berisi uang hasil perolehanku yang melanggar hukum dan hal itu mengharuskan aku untuk menebusnya”.
Dari semua cerita ini kita bisa menarik pelajaran yang besar dan bermanfaat. Manusia diciptakan untuk melayani Allah. Mereka harus menjadi sarana keutamaan dan perbuatan baik. Jika manusia menyalah-gunakan miliknya, dan memakai hal itu untuk berdosa, maka hal itu akan berbalik dan melawan dirinya serta menjadi sarana bagi hukumannya.
Kehidupan St.Corpreus, seorang Uskup Irlandia, yang ditulis didalam buku ‘the Bollandists’, pada 6 Maret, memberi kita contoh yang lain dari masalah yang sama. Suatu hari ketika orang yang suci ini berdoa, dia melihat hantu yang amat mengerikan sekali rupanya, dengan penampilan yang pucat seperti timah hitam, berkalung api pada lehernya, dan pada bahunya terdapat mantel yang compang-camping. “Siapakah engkau ?”, tanya orang kudus itu, sama sekali dia tidak merasa terganggu olehnya. “Aku adalah jiwa dari kehidupan sebelah sana”. “Apa yang membuatmu dalam keadaan yang amat menyedihkan seperti itu ?”. “Kesalahan-kesalahanku telah mendatangkan pemurnian-pemurnian ini. Penderitaan telah menerpa diriku, dan aku adalah Malachy, bekas raja Irlandia. Didalam kedudukanku yang tinggi itu aku seharusnya bisa melakukan banyak kebaikan, dan merupakan kewajibanku untuk berbuat hal itu. Tetapi aku telah melupakan semua itu, dan karena itu aku dihukum”. “Apakah kamu melakukan silih bagi kesalahan-kesalahanmu ?”. “Aku tidak melakukan siluh secara mencukupi, dan hal ini karena kelemahan yang jelek dari bapa pengakuanku, dimana aku juga telah menyuap dia dengan memberi dia sebuah cincin emas. Karena itulah maka aku kini memakai kalung api pada leherku”. “Aku ingin mengetahui”, lanjut Uskup itu, “mengapa dirimu ditutupi oleh kain compang-camping itu ?”. “Ini adalah merupakan hukuman yang lain. Aku tidak mau memberi pakaian kepada orang yang telanjang. Aku tidak mau menolong orang miskin dengan kemurahan hati, rasa hormat, serta dengan kedermawanan, yang layak bagi kemuliaanku sebagai seorang raja dan sebagai orang Kristiani. Inilah sebabnya engkau melihat aku mengenakan pakaian seperti orang miskin dengan kain yang compang-camping ini”. Didalam buku itu juga ditambahkan bahwa St.Corpreus bersama anggota ordonya kemudian berdoa bagi orang itu. dan pada akhir dari bulan ke enam, dia memperoleh pengurangan atas penderitaannya, dan beberapa saat kemudian, raja Malachy dibebaskan sepenuhnya.

No comments:

Post a Comment