Friday, June 3, 2016

Vol 1 - Bab 25 : Lamanya waktu di Api Penyucian



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 25

Lamanya waktu di Api Penyucian
Gereja Latrobe
100 tahun penderitaan karena menunda menerima Sakramen Perminyakan

Kejadian berikut ini dikisahkan oleh jurnal the Monde dengan disertai bukti otentik pada bulan April 1860. Peristiwa ini terjadi di Amerika, di Gereja Benedictines yang berada di desa Latarobe. Berbagai penampakan terjadi selama tahun 1859. Pers Amerika mengangkat masalah itu dan menjawab berbagai pertanyaan penting yang muncul dengan sikap yang kurang berhati-hati. Untuk menghentikan pemberitaan suatu skandal, maka Uskup Wimmer, Kepala Gereja itu, memberikan tulisan ini kepada surat kabar itu.
“Berikut ini adalah pernyataan resmi atas kasus ini : di Gereja St.Vincent, dekat Latrobe, pada tangal 10 September 1859, seorang novisiat menerima penampakan dari seorang Benediktin dengan pakaian resminya. Penampakan ini terjadi setiap hari dari 18 September hingga 19 Nopember pada jam 11 malam, siang hari atau pada jam 2 pagi hari. Pada 19 Nopember, novisiat itu bertanya kepada penampakan itu dihadapan para anggota biara lainnya, untuk menanyakan tujuan dari penampakan-penampakan itu. Jiwa itu menjawab bahwa dia telah menderita selama 77 tahun karena dia telah lupa menyelenggarakan kewajiban Misa Kudus sebanyak 7 kali. Bahwa dia telah menampakkan diri pada waktu-waktu yang terpisah kepada 7 orang Benediktin lainnya, namun selama ini dia tidak dihiraukan oleh mereka, dan bahwa dia akan menampakkan diri lagi setelah 11 tahun lagi jika novisiat itu juga tidak mau menolongnya. Akhirnya, jiwa itu meminta tolong agar 7 kali Misa Kudus itu bisa dipersembahkan baginya. Lebih lagi, novisiat itu hendaknya menjalani retret selama 7 hari, melakukan tindakan silensium, dan selama 30 hari mendaraskan Mazmur Miserere sebanyak 3 kali sehari, dengan kaki telanjang, lengannya terentang dalam posisi membentuk salib. Dan semua permintaan ini dipenuhi dalam kurun waktu 20 Nopember sampai 25 Desember, dan pada hari itu, setelah menyelenggarakan Misa Kudus yang terakhir bagi jiwa itu, penampakan itu berhenti.
“Selama waktu itu, roh itu menunjukkan dirinya hingga berkali-kali, menurut novisiat itu, dengan cara yang mendesak untuk berdoa bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian. Dia mengatakan, karena mereka menderita dengan sangat mengerikan sekali, dan mereka sangat berterima kasih sekali kepada orang-orang yang mau membantu pembebasan mereka. Dia menambahkan dengan bersedih, adanya 5 orang imam yang telah meninggal di Gereja kami, namun tidak satupun yang sudah berada di Surga, karena kelimanya masih menderita di Api Penyucian. Aku tidak menarik kesimpulan apa-apa disini, namun kisah ini adalah benar adanya”.
Laporan ini ditanda-tangani oleh Kepala Gereja, dan menjadi dokumen Gereja yang tak dapat dipertanyakan lagi.
Mengenai kesimpulan yang bisa ditarik dari peristiwa ini adalah sudah cukup jelas.
Dengan mengetahui bahwa ada seorang religius yang dihukum didalam Api Penyucian selama 77 tahun, hendaknya hal ini menjadi pelajaran yang amat berharga bagi kita akan perlunya merenungkan lamanya hukuman disana bagi imam-imam dan kaum religius maupun bagi umat awam yang hidup ditengah dunia yang sangat busuk ini.
Penyebab yang sering dari lamanya hukuman didalam api ini adalah banyak orang yang tidak mau memanfaatkan sarana-sarana besar yang sudah disediakan oleh Yesus Kristus untuk memperpendek masa hukuman itu, dengan cara menunda-nunda, ketika mereka saakit keras, untuk menerima Sakramen Perminyakan. Sakramen ini yang ditujukan untuk mempersiapkan jiwa-jiwa bagi perjalanan terakhir mereka, untuk memurnikan mereka dari sisa-sisa dosa-dosa mereka, dan untuk meluputkan mereka dari rasa sakitnya kehidupan disebelah sana. Untuk bisa bermanfaat, Sakramen Perminyakan ini membutuhkan syarat bahwa orang yang sakit itu menerimanya dengan kesiapan mental yang diperlukan. Semakin lama mereka tidak diberi Sakramen itu, dimana semua keadaan dan kesadaran dari si sakit semakin menurun, maka semakin berkurang pula kesiapan yang dimiliki orang itu. Apa yang kumaksudkan ini ? Seringkali terjadi, sebagai akibat dari penundaan yang ceroboh ini, maka orang yang sakit itu terburu meninggal dunia sebelum sempat menerima bantuan yang sangat penting ini. Akibatnya, jika orang yang meninggal itu tidak dihukum di neraka, maka dia akan masuk kedalam lembah yang paling dalam dari Api Penyucian, dibebani dengan segala macam hutang-hutang dosa-dosanya.
Michael Alix, bercerita tentang seorang religius yang tidak segera mau menerima Urapan Yang Utama ini, Sakramen Perminyakan ini, dan dia menjadi contoh yang baik bagi umat beriman, dimana dia telah berdosa karena kelalaiannya itu didalam menghormati Sakramen Perminyakan ini, dan dia dihukum selama 100 tahun didalam Api Penyucian. Mengetahui bahwa dirinya sakit berat dan akan meninggal, imam yang malang itu seharusnya menyampaikan keadaan dirinya itu dan segera saja dia berlindung kepada bantuan yang diberikan oleh Bunda Gereja kepada anak-anaknya disaat-saat yang amat menentukan itu. Tetapi imam itu tidak mau melakukan hal itu, dan mungkin karena terjadinya ilusi-ilusi yang sering terjadi pada orang yang sakit parah, dia tidak mau memberitahukan parahnya sakitnya itu atau dia berprasangka jelek seperti itu yang sering dialami oleh umat Kristen yang lemah imannya, untuk menunda-nunda menerima Sakramen Perminyakan. Dia tidak meminta hal itu atau bahkan tidak berpikir tentang hal itu. Kita tahu bahwa kematian itu datang seperti siluman. Orang yang malang itu menunda-nunda hingga lama, sehingga dia terburu meninggal dunia tanpa menerima Sakramen Perminyakan. Kini Tuhan merasa berkenan untuk menggunakan kesempatan itu untuk memberikan peringatan yang keras kepada orang lain. Orang yang meninggal itu kemudian datang kembali dan memberitahu imam lainnya, bahwa dirinya kini dihukun di Api Penyucian selama 100 tahun ! “Aku dihukum”, demikian katanya, “karena aku telah menunda-nunda menerima rahmat dari pemurnian terakhir itu. Jika saja aku mau menerima Sakramen seperti yang seharusnya kuterima, maka aku akan lolos dari kematian karena keutamaan dari Urapan Yang Utama itu dan aku masih memiliki waktu untuk melakukan silih”.

No comments:

Post a Comment