Thursday, June 30, 2016

Vol 1 - Bab 33 : Masalah penebusan dosa



Volume 1 : Misteri Keadilan Allah

Bab 33

Masalah penebusan dosa
Sikap kehangatan St.Bernard dan religius di Citeaux
Bunda Agnes Venerabilis dan Sr. de Haut Villars
Pastor Surin dan religius di Loudun

Umat Kristiani yang baik, imam-imam, para religius, yang ingin melayani Allah dengan segenap hatinya, haruslah menghindarkan diri dari batu karang sikap ragu (setengah-setengah) dan melalaikan. Tuhan hendaknya dilayani dengan penuh semangat. Mereka yang bersikap ragu-ragu dan mengabaikan, akan menyulut kebencianNya. Bahkan Dia akan memperlakukan dengan kutukanNya terhadap mereka yang melakukan perbuatan baik namun kurang perhatian, yaitu Dia akan menghukum didalam Api Penyucian semua orang yang lalai melayani Dia.
Diantara para murid dari St.Bernard yang telah mengharumkan lembah Clairvoux dengan aroma kesucian mereka, terdapatlah seorang murid yang amat menyedihkan, yang telah melalaikan kewajibannya, yang berlawanan dengan semangat para sahabatnya disitu. Disamping peran ganda yang dia lakukan, sebagai imam dan religius, dia membiarkan dirinya tenggelam kedalam keadaan keraguan yang sangat disesalkan. Saat kematiannya tiba, dan dia dituntut dihadapan Allah tanpa membawa tanda pertobatan apapun juga.
Sementara Misa arwah sedang dilaksanakan, seorang religius yang terpuji dengan kebijaksanaannya yang luar biasa disitu, mengetahui melalui suara hatinya, bahwa meskipun jiwa yang mati itu tidak musnah secara kekal, tetapi jiwanya berada dalam keadaan yang amat menyedihkan sekali. Malam berikutnya jiwa itu nampak kepada religius itu dengan keadaan yang sedih dan malang. “Kemarin”, demikian kata jiwa itu, “engkau tahu nasibku yang patut disesalkan itu. Perhatikanlah sekarang siksaan-siksaan yang menghukum aku ini karena sikap ragu yang jelek ini”. Lalu dia mengajak religius tua itu menuju sebuah tepi dari jurang yang lebar, yang penuh dengan asap dan nyala api. “Lihatlah tempat itu”, kata jiwa itu, “dimana para utusan dari Pengadilan Ilahi diperintahkan untuk menyiksa aku. Mereka terus menerus menceburkan diriku kedalam lembah ini, dan hanya menarikku keatas untuk kemudian melemparkan aku lagi kedalamnya, tanpa memberiku saat istirahat sedikitpun juga”.
Pagi berikutnya, religius itu menemui St.Bernard untuk menceritakan penglihatannya itu. Kepala biara yang suci itu, yang juga menerima penampakan yang sama, menganggap hal itu sebagai peringatan dari Surga bagi komunitasnya. Dia lalu mengumpulkan semua anggota biara itu, dan dengan linangan air mata dia menceritakan hal itu kepada mereka dan menganjurkan mereka untuk menolong jiwa itu dengan doa-doa permohonan, dan agar melalui contoh yang tidak baik ini mereka bisa tetap mempertahankan semangat, dan menghindari kelalaian sekecil apapun didalam melayani Allah.
Kejadian berikut ini diceritakan oleh M.de Lantages didalam buku ‘the Life of Venerable Mother Agnes of Langeac’, seorang religius Dominikan. Ketika suatu hari religius ini sedang berdoa, seorang religius lain yang tidak dikenalnya tiba-tiba muncul dihadapannya, dalam keadaan bersedih dan wajahnya sangat berduka. Dia memandang jiwa itu dengan penasaran dan bertanya siapa dia. Ketika Bunda Agnes mendengar suara itu dengan jelas, :”Dia adalah Sr. de Haut Villars”.
Sr.de Haut Villars menjadi religius didalam biara Puy dan telah meninggal dunia 10 tahun sebelum penampakan itu terjadi. Didalam penampakan itu dia tidak berkata apa-apa, namun dia memperlihatkan kesedihannya dan betapa dia sangat memerlukan pertolongan. Bunda Agnes sungguh menyadari hal ini dan mulai saat itu dia mempersembahkan doa-doa yang tekun bagi keselamatan jiwa itu. Jiwa itu ternyata masih belum merasa puas dengan kedatangannya yang pertama. Dia terus menampakkan diri dalam selang waktu tiga minggu, hampir disembarang tempat dan setiap saat, terutama setelah Komuni Kudus dan doa, dengan meneyatakan penderitaannya melalui ekspresi wajah yang sedih. Agnes, atas nasihat dari bapa pengakuannya, tanpa membicarakan penampakan itu, meminta kepada Suster Kepala biara untuk mengijinkan komunitas itu melakukan doa-doa yang lebih banyak lagi bagi jiwa itu. Meskipun doa-doa telah banyak didaraskan, tetapi penampakan itu masih terus terjadi dan Bunda Agnes merasa khawatir kalau-kalau itu hanya tipuan saja. Namun Tuhan berkenan untuk membuang rasa takut ini. Tuhan memberitahu kepada hambaNya yang bermurah hati itu, melalui suara dari malaikat pelindungnya, bahwa itu adalah benar-benar jiwa dari Api Penyucian, dan bahwa jiwa itu menderita karena kelalaiannya didalam melayani Allah. Dari saat kalimat itu diucapkan, penampakan itu berhenti dan tidak diketahui berapa lama jiwa yang malang itu harus tinggal didalam Api Penyucian.
Marilah kita melihat contoh lain yang bisa mendorong semangat umat beriman. Seorang religius yang suci yang bernama Maria dari Inkarnasi, dari biara Ursulin dari Loudun, setelah kematiannya dia menampakkan diri kepada Kepala biara, seorang Suster yang cerdik dan amat bijaksana, yang menuliskan detil dari penampakan itu kepada Pastor Surin dari the Company of Jesus. Dia menulis :”Pada tanggal 6 Nopember, antara jam 3-4 pagi hari, Bunda Inkarnasi itu berdiri dihadapanku dengan ekspresi wajah yang manis namun lebih mirip dengan sifat kerendahan hati dari pada sifat penderitaan. Namun aku tahu bahwa dia sangat menderita. Ketika pertama kali aku merasa dia berada didekatku, aku dikuasai oleh rasa takut, namun karena dari penampilannya tak ada yang menakutkan aku, maka aku merasa yakin. Aku bertanya, bagaimana keadaannya, dan apakah aku bisa menolongnya, dia menjawab :”Aku memuaskan rasa Pengadilan Ilahi didalam Api Penyucian”. Aku memintanya untuk bercerita mengapa dia ditahan disana. Lalu dengan napas panjang dia menjawab :”Hal itu adalah karena kelalaianku didalam melaksanakan beberapa tugas bersama. Sebuah kelemahan tertentu dimana aku membiarkan diriku dituntun oleh contoh yang tidak baik dari seorang religius. Akhirnya dan terutama, karena kebiasaanku yang menyimpan harta milikku sendiri itu, dimana aku tak memiliki ijin untuk menyimpannya, menggunakannya demi kepentinganku sendiri serta demi keinginanku sendiri. Ah ! jika saja semua religius menyadari hal ini ! Kesalahan yang mereka lakukan terhadap jiwa mereka dengan tidak mengarahkan dirinya kepada kesempurnaan, dan betapa kerasnya mereka akan harus melakukan penebusan dosa, karena mereka telah bertindak bertentangan dengan terang suara hati mereka, maka usaha mereka untuk melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri selama hidupnya akan berhenti. Ah, pandangan mata Allah itu berbeda dari kita. PengadilanNya itu berbeda.
Aku juga bertanya, apakah aku bisa berbuat sesuatu untuk meringankan dia. Dia menjawab :”Aku ingin memandang dan memiliki Allah, namun aku harus memuaskan rasa KeadilanNya selama Dia berkenan”. Aku bertanya apakah dia sangat menderita, dia menjawab :”Rasa sakitku ini tak bisa dipahami oleh mereka yang tidak menjalankannya”. Dengan berkata seperti ini, dia mendekati wajahku dan kemudian pergi. Dan seolah diriku terbakar oleh batubara yang menyala, meskipun wajahnya tidak menyentuh wajahku. Lenganku, yang sedikit tersentuh oleh mantelnya, terasa terbakar dan menimbulkan rasa sakit kepadaku.
Satu bulan kemudian dia menampakkan diri lagi kepada Suster Kepala untuk mengatakan pembebasannya.



No comments:

Post a Comment