Wednesday, October 2, 2019

INDUK DARI SEGALA PERTEMUAN


 


induk dari segala pertemuan

Sebuah lelucon!

October 2, 2019



Banyak gelagat dan kegiatan dilakukan di Roma belakangan ini, untuk menyambut sinode Amazon, di mana hampir segenap musuh Gereja beserta sekutu mereka telah turun dan berjoget ria.

Pada hari Senin minggu ini, pemandu sorak homoseksual dan LGBT yang terkenal, pastor James Martin, mengadakan audiensi pribadi selama 30 menit dengan Paus Francis di mana, menurut tweetnya, saat itu hanya ada dia dan Paus, satu lawan satu, tanpa ada orang lain selain seorang penerjemah yang hadir.

Benar-benar pemandangan yang menjijikkan – sungguh!

Coba renungkan realita yang mendasari gambar ini: seorang imam yang secara rutin mendorong ajaran Gereja untuk menerima homoseksualitas, yang sedang duduk bersama penerus St. Peter; penerus St. Petrus yang sama yang tidak bersedia bertemu dengan para kardinalnya sendiri yang menandatangani surat dubia yang memohon kepadanya untuk memperoleh klarifikasi tentang doktrin Gereja yang telah dibengkokkan olehnya melalui Amoris Laetitia.

Bahkan, Francis telah menunda permintaan 4 kardinal itu hingga begitu lama (sampai saat ini) sehingga dua dari empat kardinal itu meninggal. Francis menuduh mereka sebagai oposisi terhadapnya.

Pastor James Martin telah berulang-kali naik-turun mimbar Gereja untuk mempromosikan sodomi, sambil berpura-pura tidak pernah menentang ajaran Gereja.

Sebenarnya, dia sedang memuntahkan kebohongan atas ajaran Tuhan, dimana dia mengatakan bahwa Tuhan sengaja menciptakan pria dan wanita menjadi homoseksual atau lesbian.

Bahkan dia melangkah lebih jauh, dengan mengumumkan kepada kaum gay Katolik, "Tuhan menciptakan Anda dengan karunia khusus (sebagai gay) dan kemudian memanggil Anda ke dalam gereja karena suatu alasan tertentu."

Tentu saja, hal ini tidak ada bedanya dari apa yang sering dikatakan Francis sendiri, itulah sebabnya mengapa pertemuan ini, walaupun amat menjijikkan, hampir tidak dapat mengejutkan kita-kita yang selalu memperhatikan ulah Francis. Sama seperti acara pembukaan sebuah patung di Lapangan Santo Petrus, patung semacam itu yang pertama dalam 400 tahun, tidak bisa mengejutkan kita.





Acara pembukaan patung itu bisa dikatakan sebagai penghormatan terhadap apa yang dapat disebut sebagai teologi globalisme. Patung itu menggambarkan 140 orang migran, cocok dengan jumlah patung suci yang sama di barisan tiang Bernini yang terkenal itu. Tetapi di situlah perbandingan itu berujung.

Sementara patung-patung Bernini menggambarkan banyak orang yang menyerahkan hidup mereka untuk iman yang benar, tetapi karya patung migran ini menggambarkan alasan politis dengan selimut religius.

Patung spiritualitas palsu ini akan tetap di pajang di Lapangan Santo Petrus selama seminggu dan kemudian dipindahkan ke Taman Vatikan atas perintah Paus Francis.

Mudah-mudahan, beberapa paus di masa depan akan melebur patung itu dan logam perunggunya digunakan untuk membuat patung yang didedikasikan untuk miliaran anak-anak yang dibunuh oleh aborsi yang tampaknya tidak ada yang peduli di sini, di Vatikan.

Sangat ironis bahwa sementara Paus Francis memarahi negara-negara yang peduli dengan kedaulatan mereka yang berusaha mengamankan perbatasan wilayah mereka, tetapi dia sendiri hidup berlindung di balik beberapa tembok paling terkenal dan terbesar di dunia dan dilindungi oleh salah satu rincian keamanan paling elit di dunia, dipersenjatai sampai ke dalam bagian yang paling mendasar.

Tidak ada orang yang mengatakan bahwa Vatikan harus meruntuhkan tembok-tembok perbatasannya, atau menyerahkan senjatanya. Kita hidup di dunia yang jahat di mana senjata dan tembok diperlukan.

Paus tidak seharusnya menyuruh negara-negara lain untuk merobohkan tembok perbatasan mereka …yah, itu tidak lebih dari munafik.

Demikian juga, ada dinamika simbolik lain yang melibatkan patung pengungsi ini, dan sejauh yang bisa kita ketahui, hal itu berlalu tanpa diketahui.

Francis meluncurkan patung munafik ini di Lapangan Santo Petrus pada hari Minggu, 29 September. Itu adalah hari raya St. Michael.

Tetapi Paus pada dasarnya memilih untuk mengabaikan pesta Gereja Katolik yang mulia itu, dan sebaliknya memusatkan perhatian pada perayaan Hari Migran dan Pengungsi Sedunia.

Dan begitulah seterusnya dan akan terus berjalan dalam kepausan ini, dengan meremehkan atau mengabaikan hampir semua yang berbau Katolik, sambil mengangkat setiap masalah globalis, bahkan Marxis, yang dia bisa untuk dibawa masuk ke tingkat liturgis atau doktrinal dalam Gereja.

Coba renungkan, pertemuan dengan pastor James Martin sambil dia mengabaikan para kardinalnya yang tulus; memamerkan patung yang sebagian besar bersifat non-Katolik sambil mengalihkan perhatian dari para martir Katolik; berfokus pada Hari Migran dan Pengungsi Dunia sementara mengecilkan pesta Katolik St.Michael, pelindung Gereja.

Pertemuan antara "si jahat James" dan Francis adalah simbol bencana yang menjulang di dalam Gereja. Apa yang perlu dipahami orang adalah bahwa semua ini - semua ini - adalah bagian tak terpisahkan dari hal yang sama: rencana untuk merombak Gereja.

Ini adalah sebuah rencana untuk menggunakan Gereja demi memajukan agenda globalis Kiri (Komunis) dan semua ini adalah potongan-potongan dari teka-teki itu: normalisasi homoseksualitas, kebijakan imigrasi, pelecehan dan bahkan penganiayaan terhadap tradisi.

Hal yang sama juga terjadi dengan rencana rekayasa Theodore McCarrick untuk umat Katolik di Cina yang ditandatangani oleh Francis.

Dan itulah tujuan dari Sinode Amazon minggu depan: mensakralkan gerakan ekologis; untuk meningkatkannya sampai pada ketinggian hampir supernatural atas Bumi Pertiwi - bukan untuk kepentingan yang lain, tetapi hanya demi mendapatkan lebih banyak kekuatan dan kekuasaan bagi kaum globalis.

Sesungguhnya kaum globalis tidak peduli dengan bumi atau ciptaan atau agama. Jika mereka peduli, mereka tidak akan mendorong pembunuhan atas satu miliar anak - dan terus bertambah, melalui aborsi. Apa yang mereka pedulikan adalah menggunakan isu ini untuk meyakinkan orang-orang demokratis bahwa pemerintah mereka perlu meninggalkan kedaulatan nasional mereka dalam upaya bersama untuk "menyelamatkan bumi."
Gereja memang bermanfaat dalam hal ini, karena seperti ‘si jahat Jimmy’ (pastor James Martin) yang mendistorsi ajaran Gereja tentang kasih Allah bagi semua orang, maka orang-orang Gerejawi ini juga mendistorsi ajaran Gereja tentang pemeliharaan yang diperlukan oleh ciptaan.

Kedua masalah tersebut, yang berakar pada moralitas otentik, dipelintir ke dalam teologi globalisme di mana moralitas palsu ditegaskan dan disahkan – sebuah moralitas perasaan-baik. Namun tidak sedikit pun dari ‘perasaan-baik’ ini adalah bersifat Katolik.

Mengasihi sesamamu bukan berarti mengabaikan perbatasan negaramu. Menghormati martabat setiap orang tidak berarti menerima praktik seksual sesat mereka.

Tetapi di Roma modern sekarang, inilah cincin kuningan yang telah diperjuangkan oleh orang-orang jahat selama beberapa dekade.

Umat beriman haruslah mencela kejahatan ini, apa adanya.

Umat Katolik yang setia tidak membenci kaum migran, pengungsi, homoseksual atau bumi.

Tetapi kita tidak akan duduk diam sementara ajaran Gereja diputar-balikkan sedemikian rupa untuk menggantikan kebenaran dengan kepalsuan; untuk mengganti ajaran Katolik dengan paham humanisme - tidak mungkin!


Berita ini datang kepada Anda dari saya, Michael Voris, posisi di Roma


No comments:

Post a Comment