Sunday, October 6, 2019

PAUS MEMBUKA DEBAT TENTANG PERSYARATAN SELIBAT ...





PAUS MEMBUKA DEBAT TENTANG PERSYARATAN SELIBAT UNTUK PARA IMAM KATOLIK

 

https://www.wsj.com/articles/pope-opens-debate-on-celibacy-requirement-for-catholic-priests-11570352167?fbclid=IwAR0evmikYgpd8wf_YyzJsQC0Sa151uSxy8Bn3Gb3N7cYZOWfVm0X_H45Oe4

 

Penahbisan pria yang sudah menikah adalah proposal paling kontroversial pada pertemuan tiga minggu tentang tantangan gereja di wilayah Amazon Amerika Selatan

 

 

Paus Francis telah menyerukan inovasi dalam pelayanan gereja. 
PHOTO: ANDREW MEDICHINI/ASSOCIATED PRESS

By Francis X. Rocca


KOTA VATIKAN - Paus Fransiskus secara resmi membuka pertemuan para uskup yang akan membahas apakah Gereja Katolik harus melonggarkan persyaratan selibat yang telah berlangsung selama 1000 tahun ini, bagi para imam.

Debat yang berpotensi mengadu domba antara kelompok yang setuju bahwa menahbiskan pria yang sudah menikah dapat mengatasi kekurangan imam, meawan kelompok yang memperingatkan bahwa jika melakukan hal itu akan merusak karakter khas imamat.

Dalam homilinya pada hari Minggu (6 Oktober 2019), pada Misa di Basilika Santo Petrus, Paus tidak merujuk secara khusus pada debat selibat, tetapi secara umum menyerukan inovasi dalam pelayanan gereja: “Jika semuanya berlanjut seperti semula, jika kita menghabiskan hari-hari kita dengan merasa puas bahwa 'ini adalah cara segala sesuatu untuk selalu dilakukan,' maka karunia itu lenyap, disiram oleh abu ketakutan dan kepedulian untuk mempertahankan status quo.”

Pertemuan Vatikan bulan ini, yang disebut sinode, didedikasikan untuk mendapatkan ‘jalan baru bagi gerejadi wilayah Amazon, Amerika Selatan. Pihak panitia telah menekankan topik ekologis dalam agendanya, termasuk deforestasi dan ancaman lain terhadap masyarakat adat.

Jalan baru yang paling kontroversial ini, yang dijadwalkan untuk didiskusikan selama tiga minggu ke depan, adalah berupa kemungkinan untuk menahbiskan pria yang sudah menikah untuk melayani sebagai imam di daerah berpenduduk jarang, di mana paroki-paroki kadang-kadang harus menunggu selama berbulan-bulan tanpa ada kunjungan dari seorang imam.

Dokumen kerja resmi sinode ini menyerukan untuk mempertimbangkan penahbisan ‘para penatua, lebih disukai penduduk asli, dihormati dan diterima oleh komunitas mereka, bahkan meski mereka telah memiliki keluarga yang stabil dan mapan, untuk memastikan ketersediaan sakramen-sakramen yang menyertai dan menopang kehidupan Kristiani setempat. Calon-calon imamat semacam itu dikenal sebagai viri probati, bahasa Latin untuk pria yang terbukti.

Paus mengatakan bahwa pintu selalu terbuka bagi para imam yang menikah di tempat-tempat terpencil seperti Amazon atau kepulauan Pasifik. Dia juga mengatakan bahwa dia perlu berdoa dan merenungkan lebih lanjut tentang pertanyaan itu.

Rasio umat Katolik dengan jumlah imam di Amerika Selatan adalah 7.200 banding satu, hampir empat kali lipat rasio di Amerika Utara, menurut statistik Vatikan untuk 2017. Di beberapa bagian Amazon, rasionya lebih dari 8.000 banding satu. Rasio di seluruh dunia telah meningkat tajam dalam beberapa dekade terakhir, menjadi sekitar 3.200 banding 1 dari rasio 1.900 banding 1 pada tahun 1980.

SHARE YOUR THOUGHTS



Haruskah Gereja Katolik menghapus aturan selibatnya? Apakah Anda pikir itu akan meningkatkan perekrutannya? Mengapa ya atau mengapa tidak? Bergabunglah dengan diskusi di bawah ini.

RELATED



Pada hari Kamis, pada konferensi pers untuk memperkenalkan sinode itu, Kardinal Cláudio Hummes, seorang mantan uskup agung São Paulo, menyesalkan bahwa umat Katolik di Amazon sering tidak memiliki akses kepada sakramen-sakramen, terutama Ekaristi, karena kekurangan imam. "Gereja mengambil kehidupannya dari Ekaristi," kata kardinal itu, mengutip St. Yohanes Paulus II.

Gereja Katolik secara rutin menahbiskan pria yang sudah menikah sebagai diakon, klerus yang dapat memimpin upacara pembaptisan, pernikahan, dan pemakaman. Tetapi diakon tidak dapat merayakan Misa atau melayani pengakuan dosa, yang merupakan unsur-unsur penting dari kehidupan Katolik.

Pria yang menikah memang telah melayani sebagai imam di dua lusin Gereja Katolik Timur yang mengikuti paus di Ukraina, Lebanon, dan di tempat-tempat lain. Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa pendeta Protestan yang sudah menikah, sebagian besar orang Anglikan, telah ditahbiskan menjadi imam setelah berpindah menjadi Katolik. Tetapi di Gereja Katolik Roma — yang menjadi tempat mayoritas 1,3 miliar umat Katolik dunia — selibat telah menjadi norma sejak abad ke-11.

Tidak semua peserta sinode Amazon berpendapat bahwa memperbanyak jumlah imam-imam dengan cara menahbiskan pria yang sudah menikah, bisa menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan imam di Amazon.

Kardinal Kanada, Marc Ouellet, kepala kantor Vatikan untuk para uskup dan seorang ahli di Amerika Latin, mengatakan langkah itu bisa kontraproduktif.

Dalam sebuah buku tentang masalah ini yang diterbitkan minggu lalu, kardinal Marc Ouellet menulis bahwa para klerus yang bekerja di Amazon disambut dan diintegrasikan ke dalam komunitas lokal justru karena selibat mereka, sebuah status yang membuat seorang imam bisa ‘memberitakan adanya beban atau api… dari sebuah kehidupan yang sepenuhnya diserahkan kepada Tuhannya demi pelayanan.

Rev. Martín Lasarte, seorang imam Uruguay, yang merupakan salah satu dari 21 non-uskup di antara 184 anggota pemungutan suara di sinode itu, mengatakan bahwa penahbisan pria yang sudah menikah adalah proposal ilusi, hampir magis, yang tidak menyentuh masalah fundamental sejati dari gereja di Amazon.

Pastor Martin Lasarte mengatakan bahwa wilayah Amazon memiliki potensi untuk menghasilkan panggilan yang melimpah bagi imamat selibat, tetapi mereka menderita karena proses penginjilan yang tidak memadai dan tidak layak selama beberapa dekade. Para misionaris Katolik di sana hanya memberikan kemurahan hati dan memperjuangkan keadilan sosial, tetapi seringkali mengabaikan ajaran agama Katolik karena rasa takut yang berlebihan kalau-kalau dituduh tidak menghormati budaya setempat, katanya.

Setiap keputusan untuk menahbiskan para imam yang sudah menikah akhirnya akan tergantung kepada paus, yang kemungkinan akan memperluas izin itu hanya kepada para uskup di wilayah Amazon, setidaknya pada awalnya.

Tetapi langkah seperti itu akan segera memicu permintaan yang sama untuk daerah-daerah lain dengan tantangan yang sama, kata Adam DeVille, seorang profesor teologi di Universitas Saint Francis di Indiana, dan editor penelitian tentang para imam Katolik yang sudah menikah.

“Orang-orang akan dengan cepat meniru dan menerimanya dan berkata, 'baiklah, jika cara itu bisa diterapkan di Amazon, lalu mengapa itu tidak bisa terjadi di, katakanlah, Yukon atau Wilayah Barat Laut atau Greenland?kata Adam DeVille.

Para uskup Katolik Jerman sudah merencanakan untuk memperdebatkan selibat imam, di wilayah mereka, bersama dengan isu-isu sensitif lainnya termasuk homoseksualitas dan penahbisan wanita, di sebuah sinode nasional yang dimulai pada bulan Desember.

Pastor Lasarte mengatakan bahwa selibat imam bukanlah topik yang tepat untuk dibahas pada pertemuan yang didedikasikan hanya untuk satu wilayah, seperti Amazon, karena persatuan gereja membutuhkan konsensus internasional untuk menjawab pertanyaan seperti itu.

"Setiap keputusan yang menyentuh unsur-unsur mendasar kehidupan Kristen dan pelayanan pastoral, memiliki dampak ke seluruh desa global," kata Pastor Lasarte, sambil menunjuk adanya celah-celah regional dalam Anglikan soal ketidaksepakatan dalam pengajaran tentang moralitas seksual. "Terkadang semua orang harus berjalan dengan kecepatan yang sama."

Jika Anda ingin menulis kepada Francis X. Rocca silakan hubungi ini: francis.rocca@wsj.com

No comments:

Post a Comment