Wednesday, October 9, 2019

PROPAGANDA AMAZON MENGUASAI GEREJA-GEREJA DI ROMA



 

PROPAGANDA AMAZON MENGuasai gereja-gereja di ROMA


NEWS: WORLD NEWS

by Martina Moyski  •  ChurchMilitant.com  •  October 8, 2019 

Gereja Santa Maria di Traspontina dihiasi dengan kuil berhala

ROMA (ChurchMilitant.com)- Gereja-gereja Katolik di Roma telah diselimuti berbagai gambar dan simbol pagan sejak awal Sinode Amazon.


Spanduk di samping altar Gereja Santa Maria di Transpontina menampilkan
wanita pribumi sedang menyusui binatang

Sepintas, modifikasi pagan tampaknya mewakili masyarakat asli tetapi menurut umat Katolik yang setia, hal itu mewakili “puncak dari gerakan ‘pengkhianatan dan cemoohan’ dari gerakan kaum modernis."

Misalnya, Gereja Santa Maria di Traspontina di Roma, yang berasal dari abad ke-16 - dan sepelemparan batu jaraknya dari Basilika Santo Petrus - telah diubah menjadi kuil berhala bagi budaya asli Amazon - serta paham teologi pembebasannya.

Gereja Karmel kuno itu menampilkan selimut lingkaran ajaib yang bertengger di atas lantai marmer kuno dari altar samping dan dihiasi dengan benda-benda asli dari penyembahan kepada Ibu Pertiwi. Di sekeliling lingkaran terdapat dua patung kayu dari seorang wanita hamil yang telanjang, pipa musik, mainan, mangkuk kayu, dan sebuah perahu kayu yang terletak di tepi lingkaran. Gambar dua ‘martir’ teologi pembebasan memberikan latar belakang bagi lingkaran itu.

Uskup Katolik Amerika Serikat berkata: “Mengapa Anda diam saja dengan penyembahan berhala Amazon? Jika Anda tidak mau berkata apa-apa, berarti Anda terlibat. Korbankanlah reputasi Anda dan beranilah mempromosikan Iman para Rasul dan para Martir Katolik! Sekarang inilah saatnya bagi para Gembala untuk bertindak!”

Di antara benda-benda itu adalah foto Xicão Xukuru, kepala orang Xukuru do Ororubá dari Pernambuco di Brasil Timur Laut dan yang berusaha untuk mengembalikan ‘ritual kuno (pagan) yang ditindas oleh orang kulit putih.

Xukuru dibunuh pada tahun 1998 dan dikubur dalam peti mati yang membawa salib, meskipun penguburannya termasuk ritual kepada Ibu Pertiwi di mana kata-kata ini dituliskan disitu:

Terimalah putramu, ya Ibu Pertiwi. Dia tidak dimakamkan, dia ditanam agar darinya prajurit-prajurit baru akan lahir, ya Ibu Pertiwiku. Dia akan ditanam, seperti yang diinginkannya, di bawah bayanganmu, Ibu Pertiwiku, untuk memberi kehidupan kepada para pejuang baru, agar perjuangan kita tidak berhenti, ya Ibu Pertiwiku.

Di sebelah gambar Xukuru ada gambar Dorothy Stang, seorang Suster Notre Dame de Namur, yang terbunuh pada tahun 2005 di wilayah Amazon Brasil ketika dia bekerja sebagai misionaris sehubungan dengan perjuangan untuk reformasi agraria.

Sebuah spanduk seorang wanita Amazon sedang menyusui seekor binatang sementara ia menggendong bayi manusia juga menghiasi salah satu kapel samping Gereja Santa Maria. Spanduk itu berbunyi sebagian: ‘todo está conectado’ (‘semuanya terhubung’).

Di sepanjang ensikliknya, Laudato Sí (2015), berkali-kali paus Francis menulis bahwa ‘semuanya terhubung.’ Tema bahwa umat manusia terhubung dengan ekosistem, dan masalah sosial seperti kemiskinan dan perkembangan teknologi terkait dengan penyalahgunaan manusia terhadap lingkungan, telah dipajang menyelimuti dokumen Laudato Si itu.

Francis juga merujuk pada ‘krisis lingkungan’ dan mengklaim adanya ‘gejala-gejala penyakit telah nyata terlihat di tanah, di air, di udara, dan dalam segala bentuk kehidupan.’

Para kritikus menganggap ensiklik itu sebagai dokumen politis, bukannya spiritual, dan mereka menggambarkannya sebagai sikap ‘pesimistis,’ lebih mirip propaganda untuk menggalang ‘Dana Pertahanan Lingkungan.’

Menurut para kritikus, Francis secara politis memberikan kepada para aktivis lingkungan hidup ‘sebuah landasan induk dari suara-suara propaganda serta amunisi retorika untuk mengajukan permohonan kepada otoritas kepausan dalam mendukung agenda mereka’ melalui Laudato Sí

Berbicara dengan Church Militant, George Neumayr, reporter American Spectator yang mengambil foto-foto pajangan pernak-pernik pagan di Vatikan, menjelaskan adanya penguasaan atas gereja-gereja Roma oleh segala perlengkapan pagan dalam istilah historis.

"Gereja Francis yang berkubang dalam penyembahan alam adalah salah satu dari pengejaran paham modernisme," katanya kepada Church Militant, "yang terjun kedalam paganisme di masa lalu yang telah diperkirakan oleh para paus terdahulu akan terjadi jika para klerus menolak Thomisme dan mengadopsi subjektivisme dari paham 'Pencerahan.’ "

Komentar Neumayr ini menyinggung soal peringatan Paus St. Pius X tentang bahaya modernisme di awal abad ke-20.


Pope St. Pius X

Paus dan orang kudus ini memperingatkan tentang bahaya modernisme dalam ensikliknya Pascendi Dominici Gregis di mana dia secara eksplisit menguraikan bahaya modernisme yang sering terkubur dalam topeng ‘kelicikan yang cerdik’:

Tetapi karena kaum Modernis (sebagaimana mereka biasa disebut begitu, sesuai dengan kkeadaan mereka yang sebenarnya) menggunakan kelicikan yang sangat pintar, yaitu, untuk menyajikan doktrin mereka sendiri tanpa urutan dan pengaturan sistematis, menjadi satu kesatuan, tersebar dan terputus-putus satu sama lain, sehingga tampak ragu-ragu dan ketidakpastian, sementara mereka dalam kenyataannya tetap tegas dan tabah, dan itu akan bermanfaat untuk membawa ajaran mereka ke sini dalam satu paket ....

Paus anti-modernis ini menyatakan: "Saya sepenuhnya menentang kesalahan kaum modernis yang berpendapat bahwa tidak ada yang ilahi dalam tradisi suci."

Penutupan simbol-simbol tradisional Gereja Katolik dengan simbol-simbol pagan dari masyarakat adat Amazon dan slogan-slogan politik teologi pembebasan, merupakan gebrakan bagi umat Katolik yang berpikiran tradisional, dimana hal itu sangat mengejutkan mereka sebagai indoktrinasi, daripada penjelasan ajaran-ajaran suci.

No comments:

Post a Comment